Sistem Noken di Tanah Papua : Antara Budaya dan Sistem Demokrasi Modern Yang Dijalankan di Indonesia
Negara Indonesia sangat familiar dengan negara yang memiliki beraneka ragam adat istiadat, budaya, dan juga sukunya. Keanekaragaman ini juga terlihat dalam bidang politik dan demokrasi yang terjadi pada masyarakat saat melakukan pemilihan umum. Diantara contoh yang unik berada di Papua yaitu sistem pemilihan noken.
Sistem ini melambangkan prinsip tradisi dan juga budaya dapat bersanding dengan sistem politik dan demokrasi yang telah dijalankan di Indonesia. Tetapi, dari sudut pandang lainnya sistem pemilihan noken juga memicu perdebatan mengenai keterbukaan dan juga legalitas suara masyarakat pada pemilihan umum.
Apa Sih Sistem Pemilihan Noken Itu?
Sistem Pemilihan Noken adalah prosedur khusus masyarakat yang berada di tanah Papua dalam menyampaikan hak pilihnya dalam pemilihan umum. Istilah Noken sendiri berasal dari sebutan tas tradisional masyarakat tanah Papua yang dibuat menggunakan serat kulit dari kayu yang dianyam dan berfungsi untuk membawa barang kebutuhan sehari hari. Dalam sistem pemilihan, istilah noken bermakna sebagai simbol tempat bagi suara rakyat.
Pada sistem pemilihan noken, metode yang digunakan berbeda dengan yang digunakan pada umumnya di daerah lain dengan melakukan pemilihan di bilik suara, namun dengan cara kepala suku atau tokoh adat yang dipercaya mewakili sekaligus mengumpulkan suara masyarakatnya, lalu semua suara dimasukkan kedalam tas noken sebagai wujud persetujuan bersama.
Sistem pemilihan ini juga dikenal dengan demokrasi komunal, lantaran keputusan yang diambil yaitu berdasarkan musyawarah adat dan keyakinan terhadap pemimpin lokal, atau juga biasa disebut dengan keputusan secara kolektif.
Bagaimana Asal Mula dan Sejarah Sistem Pemilihan Noken?
Jauh sebelum Indonesia merdeka dan metode demokrasi modern diimplementasikan, sistem noken sudah ada. Sistem ini terbentuk dari kultur gotong royong dan keyakinan masyarakat kepada kepala suku atau pemimpin adat dalam pengambilan keputusan yang penting seperti dalam halnya politik, kesejahteraan, dan juga keamanan. Sisem ini biasa digunakan oleh kalangan masyarakat pegunungan Papua, misalnya pada Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lany Jaya, dan Kabupaten Puncak Jaya.
Pada saat metode pemilihan umum secara modern diimplementasikan secara nasional selepas kemerdekaan Indonesia, masyarakat di daerah terpencil Papua mengalami kendala dalam memahami prosedur pemungutan suara secara langsung. Aspek yang menjadi kendala dalam penggunaan sistem demokrasi modern adalah keadaan geografis, tingkat pengetahuan yang masih kurang mumpuni untuk memahami tentang sistem pemilihan modern, dan juga keterbatasan distribusi menjadikan realisasi pemungutan suara secara langsung sulit untuk dilangsungkan di beberapa daerah.
Upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan hal ini, masyarakat tetap bertumpu pada sistem tradisional yang sudah biasa mereka lakukan, yaitu menggunakan musyawarah untuk memutuskan pilihan secara bersama. Dari adanya kendala ini lah Sistem Noken tercipta dan bertahan sampai saat ini.
Pada tahun 2009, Mahkamah Konstitusi (MK) melegalkan sistem ini sebagai bentuk pelaksanaan demokrasi berdasarkan kearifan lokal melalui Putusan MK Nomor 47-81/PHPU.A-VII/2009. Sejak disahkannya Sistem Noken oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sistem Noken mendapatkan pengakuan secara resmi oleh negara, apabila pelaksanaannya dilakukan dengan dasar kesepakatan bersama dan tanpa adanya paksaan.
Apa Makna Filosofis Dibalik Noken?
Noken bukan hanya sekadar tas anyaman saja bagi masyarakat Papua. Namun bermakna filosofis yang sangat mendalam. Pada kehidupan keseharian, noken menjadi lambang rahim seorang ibu – tempat dimana lahir dan bertumbuh kembangnya kehidupan.
Noken dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membawa hasil bumi, bayi, terlebih noken ini dijadikan sebagai lambang perdamaian dan persatuan. Oleh sebab itu, saat Noken dipakai dalam pemilihan umum, Noken ini dijadikan sebagai simbol wadah suara rakyat, lambang persatuan, dan juga sebagai perjanjian untuk memilih sosok pemimpin bersama.
Pada noken ini juga menampilkan nilai-nilai gotong royong, kebersamaan, dan kepercayaan antar sesama. Keputusan bersama dalam pandangan masyarakat adat Papua jauh lebih dianggap berharga daripada keputusan perseorangan. Inilah yang menggambarkan mengapa masyarakat dengan ikhlas mempercayakan suaranya kepada kepala suku atau tokoh adat.
Apa Saja Bentuk dan Jenis Sistem Noken?
Pada umumnya, sistem Noken yang ada di Papua memiliki dua sistem utama yang sudah disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Mahkamah Konstitusi (MK) :
- Sistem Noken Bigman (Perwakilan Kepala Suku atau Tokoh Adat)
Pada sistem ini, masyarakat memberikan seluruh kepercayaan suaranya kepada kepala suku atau tokoh adat. Kemudian kepala suku atau tokoh adat akan memberikan suaranya kepada calon atau partai tertentu yang dianggap mewakili kepentingan bersama.
Sistem ini membuktikan bahwa tingginya kepercayaan masyarakat kepada kepala suku atau tokoh adat, dan keputusan yang sudah diputuskan akan dianggap sah karena diputuskan secara musyawarah.
- Sistem Noken Komunal (Kemufakatan Bersama)
Dalam sistem ini, masyarakat secara bersama-sama akan berdialog dan bermusyawarah untuk memilih calon pilihan. Selepas semua setuju, hasil yang telah ditentukan akan dimasukkan kedalam noken sebagai lambang kesatuan suara.
Metode ini diyakini lebih demokratis karena mengikutsertakan seluruh masyarakat secara langsung dalam pengambilan keputusan.
Apa Dasar Hukum Sistem Noken Yang Ada di Indonesia ?
Walaupun sistem Noken tampak berbeda dari metode pemilu nasional, negara telah memberikan legalitas yang kuat terhadap keberadaannya.
Berikut adalah beberapa dasar hukum yang merupakan fondasi antara lain:
- Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 47-81/PHPU.A-VII/2009, yang menekankan bahwa sistem Noken merupakan bentuk realisasi hak politik masyarakat berlandaskan kearifan lokal.
Bagaimana Sistem Noken Dalam Pandangan Demokrasi Modern?
Dalam demokrasi modern memfokuskan pada prinsip one man, one vote atau satu orang memiliki satu suara yang sama. Pada sistem Noken, pada dasarnya dapat diartikan kedalam bentuk bersama-sama, dimana suara perseorangan digabungkan menjadi satu suara bersama.
Pada perspektif modern, sistem ini mungkin dipandang tidak sejalan dengan semangat demokrasi liberal yang memfokuskan kebebasan perseorangan. Tetapi, apabila dari konteks tradisi di Papua, sistem ini sebetulnya mewakili demokrasi yang tertanam pada nilai-nilai masyarakat dan kebersamaan.
Oleh karena itu, sistem Noken bukanlah wujud kemunduran demokrasi, tetapi penyesuaian demokrasi kepada realitas kehidupan sosial dan budaya lokal. Sistem ini telah menjadi bukti bahwa demokrasi di Indonesia tidak bersifat seragam, melainkan dapat menyesuaikan dengan keanekaragaman masyarakatnya.
Apa Kendala Yang Ada Dalam Pelaksanaan Sistem Noken?
Walaupun sitem Noken memiliki legalitas hukum, sistem ini tetap memiliki tantangan, baik dari segi teknis dan juga prinsipil.
- Keterbukaan dan Keabsahan Suara
Salah satu kendala adalah potensi terjadinya penyalahgunaan suara, karena pada sistem ini dilakukan secara kolektif tanpa adanya pencoblosan secara langsung oleh perseorangan. Pengawasan yang sangat minim pada daerah terpencil sering kali mengalami kendala verifikasi suara yang sebenarnya.
- Kebebasan Perseorangan
Pada sistem ini, oleh beberapa pihak dinilai mengurangi kebebasan perseorangan untuk menentukan pilihannya sesuai hati nurani dikarenakan keputusan diambil oleh kepala suku atau tokoh adat.
- Digitalisasi dan Pembaharuan Pemilu
Dengan adanya perkembangan zaman dan berdampak juga pada sistem pemilu yang ada di Indonesia, sistem Noken mengalami hambatan dalam menyesuaikan. Dengan daerah dengan infrastruktur yang terbatas dan juga daerah yang terpencil, menjadikan penerapan teknologi pada pemilu sulit untuk diterapkan.
- Rekayasa dan Paksaan Politik
Sistem Noken, dalam beberapa kasus juga rawan untuk dipergunakan dengan tidak semestinya oleh orang yang menunggangi pengaruh kepala suku atau tokoh adat untuk kepentingan politik.
Bagaimana Upaya Untuk Mempertahankan Keseimbangan Antara Tradisi dan Demokrasi?
Untuk mempertahankan keberlangsungan sistem Noken tanpa mempertaruhkan prinsip demokrasi, perlu adanya berbagai tindakan yang penting:
- Pendidikan Politik Kepada Masyarakat Adat
Pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) penting untuk memberikan edukasi politik yang menyeluruh agar masyarakat dapat paham pentingnya keterlibatan perseorangan dalam demokrasi tanpa harus mengabaikan nilai kebersamaan.
- Pengawalan Oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Hadirnya penyelenggara pemilu di lapangan sangat penting untuk menjamin bahwa sistem Noken dilaksanakan secara terbuka dan tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.
- Tugas Kepala Suku atau Tokoh Adat Sebagai Pendamping, Bukan Sebagai Penentu Satu-satunya
Kepala suku atau tokoh adat berperan sebagai koordinator yang memandu masyarakat dalam proses pemilihan, bukan sebagai pengambil keputusan satu-satunya.
- Penyempurnaan Peraturan
Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta pemerintah harus menegaskan prosedur hukum sistem Noken agar tetap menghormati tradisi lokal tetapi masih sesuai dengan aturan demokrasi universal.
Dengan adanya tahapan tersebut, dapat diharapkan sistem Noken bisa tetap diberlangsungkan sebagai warisan budaya sekaligus dapat menjadi contoh pelaksanaan demokrasi khusus yang ada di Indonesia.
Apa Saja Nilai-Nilai Demokrasi Yang Ada Pada Sistem Noken?
Walaupun mempunyai perbedaan bentuk, sistem Noken sebenarnya mencerminkan nilai-nilai demokrasi yang utama:
- Keadilan Sosial, dikarenakan setiap masyarakat mempunyai kesempatan untuk ikut serta dalam kesepakatan bersama.
- Persatuan dan kerja sama, karena keputusan yang diambil digunakan untuk kepentingan bersama, bukan perseorangan.
- Musyawarah dan mufakat, yang dijadikan inti dari semua keputusan.
- Kepercayaan kepada pemimpin, sebagai validitas sosial yang diterima masyarakat.
Oleh karena itu, sistem Noken dapat dimengerti sebagai demokrasi yang berlandaskan adat, dimana keputusan yang diambil bukan dari suara terbanyak, akan tetapi melalui kesepakatan yang melindungi kerukunan sosial.
Sistem Noken di Papua adalah contoh bentuk nyata bagaimana tradisi dapat berdampingan dengan sistem demokrasi modern.
Sistem Noken bukanlah hanya sistem pemilihan, namun juga sebagai lambang kebersamaan, kepercayaan, dan juga persatuan masyarakat Papua.
Meskipun banyak rintangan yang harus dihadapi, mulai dari isu keterbukaan sampai digitalisasi pemilu. Sistem Noken akan tetap menjadi bagian yang penting dari wajah demokrasi Indonesia yang beragam.
Keberadaan sistem Noken ini mengingatkan bahwa demokrasi tidak harus sama, tetapi juga bisa menyesuaikan dengan nilai, karakter, dan tradisi masyarakat setempat.
Selama sistem ini dijalankan dengan kejujuran, kesepakatan bersama, dan juga tanpa adanya paksaan, sistem Noken ini akan tetap menjadi perwujudan dari Bhinneka Tunggal Ika (Berbeda-beda tetapi tetap satu jua).