Wawasan Kepemiluan

Sejarah Terbentuknya KORPRI

Hai, Teman Pemilih! Pernahkah kamu bertanya, sejak kapan KORPRI berdiri? Organisasi yang identik dengan seragam batik biru ini ternyata punya sejarah panjang dalam perjalanan bangsa kita, Indonesia. Yuk, kita kenali lebih dekat kisah lahirnya KORPRI dan semangat pengabdian di baliknya. Namun sebelum kita mengulik lebih jauh sejarah terbentuknya KORPRI ini, Teman Pemilih harus mengetahui terlebih dahulu apa itu KORPRI.

Arti KORPRI

KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia) adalah sebuah perkumpulan profesi yang mana seluruh Pegawai Negeri Sipil baik Departemen maupun Lembaga Pemerintah non Departemen merupakan anggotanya. KORPRI dibentuk tentunya memiliki tujuan, yang diantaranya adalah untuk upaya peningkatan kinerja, pengabdian dan netralitas Pegawai Negeri, sehingga keberadaan KORPRI memiliki daya guna dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari.

KORPRI sendiri berdiri pada tanggal 29 November 1971 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971. KORPRI adalah perkumpulan organisasi ekstra struktural, yang secara fungsional tidak bisa terlepas dari kedinasan maupun di luar kedinasan. Sehingga keberadaan KORPRI sebagai wadah komponen Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat dituntut mampu menunjang pencapaian tugas pokok institusi tempat mengabdi.

Teman Pemilih, Sejarah KORPRI sendiri memiliki latar belakang yang sangat panjang. Dimulai pada masa penjajahan kolonial Belanda, banyak pegawai pemerintah Hindia Belanda yang berasal dari kaum putra Indonesia asli. Pada saat itu, kedudukan pegawai merupakan pegawai kasar atau kelas bawah, karena pengadaannya didasarkan atas kebutuhan penjajah semata.

Pada saat beralihnya kekuasaan Belanda kepada Jepang, secara otomatis seluruh pegawai pemerintah eks Hindia Belanda dipekerjakan oleh pemerintah Jepang sebagai pegawai pemerintah. Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu pada tahun 1945, Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada saat itu, seluruh pegawai pemerintah Jepang secara otomatis dijadikan Pegawai Negara Kesatuan Republik Indonesia atau yang disebut dengan pegawai NKRI.

Pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan RI, Pegawai NKRI tersebut terbagi menjadi tiga kelompok besar yaitu Pegawai Republik Indonesia yang berada di wilayah kekuasaan RI, Pegawai RI yang berada di daerah yang diduduki Belanda (Non Kolaborator) dan pegawai pemerintah yang bersedia bekerjasama dengan Belanda (Kolaborator). Setelah pengakuan kedaulatan RI tanggal 27 Desember 1949, seluruh pegawai RI, pegawai RI non Kolaborator, dan pegawai pemerintah Belanda dijadikan Pegawai RI Serikat.

Era Republik Indonesia Serikat (RIS), atau yang lebih dikenal dengan era pemerintahan parlementer diwarnai oleh jatuh bangunnya kabinet. Sistem ketatanegaraan menganut sistem multi partai. Para politisi, tokoh partai mengganti dan memegang kendali pemerintahan, hingga memimpin berbagai departemen yang sekaligus menyeleksi pegawai negeri. Sehingga warna departemen sangat ditentukan oleh partai yang berkuasa saat itu. Dominasi partai dalam pemerintahan terbukti mengganggu pelayanan publik, karena pegawai negeri yang seharusnya berfungsi melayani Masyarakat, kini berubah menjadi alat politik partai sehingga pegawai negeri pun menjadi terkotak-kotak.

Nah, pada saat itu prinsip penilaian prestasi atau karir pegawai negeri yang fair dan sehat hampir diabaikan. Misalnya, kenaikan pangkat pegawai negeri dimungkinkan karena adanya loyalitas kepada partai atau kepada pimpinan Departemennya. Afiliasi pegawai pemerintah sangat kental diwarnai dari partai mana ia berasal. Kondisi ini terus berlangsung hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Dengan Dekrit Presiden ini sistem ketatanegaraan kembali ke sistem Presidensil berdasar UUD 1945. Akan tetapi dalam praktek kekuasaan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sangatlah besar.

Teman pemilih,dalam kondisi seperti ini muncul berbagai upaya agar pegawai negeri netral dari kekuasaan partai-partai yang berkuasa. Melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1961 pasal 10 ayat 3, ditetapkan bahwa bagi suatu golongan pegawai dan/atau sesuatu jabatan, yang karena sifat dan tugasnya memerlukan, dapat diadakan larangan masuk suatu organisasi politik. Ketentuan tersebut diharapkan akan diperkuat dengan dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengaturnya. Tetapi disayangkan bahwa PP yang diharapkan akan muncul, ternyata tidak kunjung datang. Sistem pemerintahan demokrasi parlementer berakhir dengan meletusnya upaya kudeta oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) dengan G-30S. Pegawai pemerintah banyak yang terjebak dan mendukung Partai Komunis.

Pada awal era Orde Baru dilaksanakan penataan kembali pegawai negeri dengan munculnya Keppres RI Nomor 82 Tahun 1971 tentang KORPRI. Berdasarkan Kepres yang bertanggal 29 November 1971 itu, KORPRI “merupakan satu-satunya wadah untuk menghimpun dan membina seluruh pegawai RI di luar kedinasan” (tertuang pada pasal 2 ayat 2). Tujuan pembentukannya Korps Pegawai ini adalah agar “Pegawai Negeri RI ikut memelihara dan memantapkan stabilitas politik dan sosial yang dinamis dalam negara RI”, akan tetapi KORPRI kembali menjadi alat politik. Undang-undang No. 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya serta Peraturan Pemerintah No.20 Th.1976 tentang Keanggotaan PNS dalam Parpol, semakin memperkokoh fungsi KORPRI dalam memperkuat barisan partai. Sehingga setiap kali terjadi birokrasi selalu memihak kepada salah satu partai, bahkan dalam setiap Musyawarah Nasional KORPRI, diputuskan bahwa organisasi ini harus menyalurkan aspirasi politiknya ke partai tertentu.

Nah, setelah Era reformasi muncul keberanian mempertanyakan konsep monoloyalitas KORPRI, sehinga sempat terjadi perdebatan tentang kiprah pegawai negeri dalam pembahasan RUU Politik di DPR. Akhirnya menghasilkan konsep dan disepakati bahwa KORPRI harus netral secara politik. Bahkan ada pendapat dari beberapa pengurus dengan kondisi tersebut, sebaiknya KORPRI dibubarkan saja, atau bahkan jika ingin berkiprah di kancah politik maka sebaiknya membentuk partai sendiri. Setelah Reformasi dengan demikian KORPRI bertekad untuk netral dan tidak lagi menjadi alat politik.

Para Kepala Negara setelah era Reformasi mendorong tekad KORPRI untuk senantiasa netral. Berorientasi pada tugas, pelayanan dan selalu senantiasa berpegang teguh pada profesionalisme. Senantiasa berpegang teguh pada Panca Prasetya KORPRI. Peraturan Pemerintah Nomor 12 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999 muncul untuk mengatur keberadaan PNS yang ingin jadi anggota Parpol. Nah, dengan adanya ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah ini, membuat anggota KORPRI tidak dimungkinkan untuk ikut dalam kancah partai politik apapun. KORPRI hanya bertekad berjuang untuk mensukseskan tugas negara, terutama dalam melaksanakan pengabdian bagi masyarakat dan negara.

Nah, Teman Pemilih sudah tahukan arti KORPRI dan sejarah berdirinya KORPRI. KORPRI ini juga memiliki lambang, dan tentunya memiliki makna masing-masing disetiap bagiannya. Teman Pemilih bisa baca artikel kami Yuk, Kenali Lambang KORPRI: Atribut Lencana, Simbol dan makna yang terkandung didalamnya!

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 49 kali