Meningkatkan Partisipasi Pemilih Pemula dalam Pemilu: Strategi, Tantangan, dan Peluang Demokrasi
Pemilih pemula seperti kita ketahui berada di rentang usia 17-21 tahun, pemilih dengan segmen tertinggi pada pemilu serentak tahun 2024. Dengan jumlah yang besar, pemilih pemula merupakan faktor kekuatan penentu pada pemilu yang lalu. Namun dibalik potensinya, kelompok ini juga menghadapi tantangan terkait literasi politik, minimnya sosialisasi, dan terpaan informasi negatif di media sosial.
Dalam agenda menjaga iklim demokrasi yang sehat, penting bagi pemangku kekuasaan dan elemen lembaga penyelenggara pemilu dalam merawat nalar kritis, aktif dan partisipatif terhadap demokrasi khususnya pemilu. Langkah konkrit perlu diambil dalam membentuk karakter pemilih pemula yang mempunyai kapasitas untuk dapat menghadapi tantangan dan peluang demokrasi kedepan.
Karakteristik dan Pola Perilaku Pemilih Pemula
Generasi Digital yang Informatif
Pemilih pemula merupakan generasi yang lahir dan tumbuh beriringan dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat. Budaya digital, media sosial dan pengetahuan tentang teknologi informasi membuat mereka dapat mengkonsumsi informasi dengan cepat dan visualisasi konten yang menarik. Akan Tetapi, kemudahan yang ada tidak serta merta memberikan dampak baik terhadap partisipasi pemilih. Pemilih pemula cenderung menyukai hal yang berbau humor ketimbang tertarik pada konten kepemiluan, itulah menjadi tugas bersama dalam membentuk generasi bangsa yang mempunyai daya dan asa untuk membangun bangsa kedepan melalui partisipasi dalam pemilu dan menghindarkan dari disinformasi serta informasi negatif.
Orientasi pada Nilai dan Identitas
Pemilih pemula cenderung memilih kandidat berdasarkan isu yang dekat dengan kehidupan mereka, seperti pendidikan, lingkungan, peluang kerja, teknologi, dan kesetaraan. Mereka ingin melihat komitmen nyata dari calon dan bukan hanya sekedar janji.
Kritis namun Tidak Stabil dalam Preferensi
Pemilih pemula yakni gen z memang kritis, namun mudah berpindah pilihan. Penyampaian informasi dan pesan yang relevan, menarik dan autentik menjadi kunci untuk mendapat perhatian pemilih pemula.
Tantangan Pemilih Pemula dalam Pemilu
Minimnya Literasi Politik
Sebagian besar pemilih pemula belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang proses pemilu, fungsi lembaga negara, maupun pentingnya suara mereka dalam menentukan arah kebijakan. Meskipun penggunaan akses digital tinggi, namun nampaknya politik belum menjadi bagian dari preferensi dan kemauan untuk mendalami lebih jauh.
Sikap Apatis dan Ketidakpercayaan pada Politik
Apatisme yang tumbuh dalam kalangan pemilih pemula merupakan salah satu ketidakpercayaan gen z terhadap penyelenggara negara. Sebagian pemilih pemula merasa politik jauh dari kehidupan sehari-hari. Kekecewaan pada perilaku elite atau sentimen bahwa menjadi penyebab apatisme.
Kurangnya Ruang Diskusi yang Ramah Anak Muda
Penyampaian informasi kepada gen z dan pemilih pemula perlu dengan pendekatan yang berbeda. Pemanfaatan media sosial sebagai sarana diskusi dan sosialisasi dalam membentuk partisipasi pemilih dapat digiatkan agar lebih menarik pemilih pemula. Sosialisasi pemilu masih sering menggunakan metode formal, kurang interaktif, dan belum menyesuaikan gaya komunikasi generasi muda.
Strategi Meningkatkan Partisipasi Pemilih Pemula
Literasi Politik Berbasis Sekolah dan Kampus
Pendidikan politik perlu masuk melalui:
- pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dan mata pelajaran sosial
- seminar dan diskusi ruang kepemiluan
- simulasi pemilu di lingkungan sekolah
- kegiatan korganisasian OSIS, BEM, atau organisasi kepemudaan
Konten Edukasi Kreatif di Media Sosial
Penyelenggara pemilu, organisasi, dan lembaga pemerintah dapat memaksimalkan platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube untuk:
- membuat konten video edukatif
- menjelaskan tahapan pemilu dengan kemasan ala gen z
- melakukan live streaming Q&A
- menghadirkan influencer atau edukator
- melakukan kuis dan tanya jawab
Melibatkan Pemuda dalam Forum Diskusi Publik
Pemilih pemula sebetulnya memiliki gairah dalam politik, namun ruang yang formal dan gaya yang bukan mewakili generasi mereka cukup menjadi hambatan dalam upaya memberikan partisipasinya. Dengan forum diskusi, dialog kepemudaan dan knowledge sharing mereka memiliki kesempatan menyampaikan pendapat tentang isu-isu yang dianggap penting.
Simulasi Pemilu dan Pengalaman Langsung
Memberi pengalaman langsung melalui:
- simulasi pencoblosan dalam pemilihan ketua OSIS atau BEM
- kunjungan ke kantor KPU dan Bawaslu
- praktik menjadi petugas pemilu atau sebagai calon yang aktif dalam proses pemilu
Peran Keluarga, Sekolah, dan Organisasi
Lingkungan Keluarga
Peran orang tua dalam memberi contoh dan membicarakan isu sosial dan politik dapat membentuk pola pikir positif terhadap pemilu. Sikap kritis dapat tumbuh melalui perbincangan ringan di dalam lingkungan keluarga.
Sekolah dan Lembaga Pendidikan
Sekolah berperan besar dalam memberikan dasar pengetahuan politik yang netral, informatif, dan objektif. Dengan pengetahuan yang didapat dalam lingkungan sekolah, tentunya pemilih pemula akan mendapat gambaran bagaimana bersikap dan berpartisipasi dalam politik dan pemilu.
Organisasi Kepemudaan
Komunitas dapat memainkan peran dalam kampanye kreatif, acara edukasi, hingga gerakan partisipatif kegiatan memilih ketua organisasi, melatih pengelolaan organisasi dan menjadi pengambil keputusan.
Manfaat Besar Jika Pemilih Pemula Berpartisipasi Aktif
- memperkuat legitimasi pemilu,
- mendorong lahirnya kebijakan yang pro terhadap kebutuhan generasi muda,
- tumbuhnya ruang demokrasi dengan ide-ide baru,
- mencegah dominasi hoaks dan politik identitas.
Generasi muda yang aktif akan memperkuat masa depan demokrasi Indonesia. Pemilih pemula adalah aset berharga bagi keberlanjutan demokrasi. Dengan memperkuat literasi politik, menghadirkan konten edukatif yang relevan, memberi ruang partisipasi, serta memerangi disinformasi, Indonesia dapat membangun generasi pemilih yang lebih cerdas, kritis, dan bertanggung jawab.