Dalam banyak institusi mulai dari pemerintahan, dunia kerja, hingga penyelenggara Pemilu, pakta integritas telah menjadi dokumen penting yang menentukan bagaimana seseorang menjalankan tugas dan kewenangannya. Di tengah meningkatnya tuntutan publik akan transparansi dan bebasnya praktik korupsi, keberadaan pakta integritas berfungsi sebagai pagar moral yang menegaskan bahwa setiap pejabat, pegawai, maupun pelaksana proyek wajib bekerja secara jujur, profesional, dan bertanggung jawab. Meski hanya berupa selembar kertas, pakta integritas memegang peran besar dalam memastikan suatu sistem berjalan tanpa penyimpangan, sekaligus menjadi dasar untuk menilai komitmen dan integritas seseorang dalam menjalankan amanah jabatan.
Apa Itu Pakta Integritas?
Pakta integritas adalah sebuah pernyataan tertulis yang berisi komitmen, janji, dan kesanggupan seseorang untuk mematuhi aturan, menjunjung nilai kejujuran, serta menghindari segala bentuk penyimpangan, termasuk korupsi, kolusi, gratifikasi, dan penyalahgunaan wewenang. Dokumen ini biasanya ditandatangani oleh pejabat publik, pegawai negeri, panitia pengadaan barang dan jasa, peserta seleksi CPNS, lembaga penyelenggara Pemilu, maupun pihak swasta yang terlibat dalam sebuah proyek atau kerja sama formal.
Meskipun secara tampilan pakta integritas hanyalah selembar kertas, maknanya sangat penting. Ia bukan sekadar formalitas administrasi, melainkan alat kontrol moral sekaligus instrumen hukum yang menegaskan bahwa seseorang bersedia bekerja secara profesional, transparan dan bertanggung jawab. Di banyak institusi, pakta integritas menjadi syarat awal sebelum seseorang mulai menjalankan tugas, karena dokumen ini berfungsi sebagai batasan etis sekaligus pengingat bahwa setiap tindakan punya konsekuensi hukum maupun etik.
Dalam konteks pemerintahan, pakta integritas sering digunakan untuk memastikan pejabat dan pegawai bekerja sesuai standar tata kelola yang baik (good governance). Di dunia kerja, perusahaan menggunakannya untuk mencegah kebocoran informasi, konflik kepentingan, hingga penyimpangan perilaku karyawan. Sementara di KPU, dokumen ini menjadi alat penguat integritas penyelenggara Pemilu agar proses demokrasi berjalan jujur, adil, dan bebas intervensi.
Pada dasarnya, pakta integritas adalah perjanjian moral sekaligus kontrak administratif antara individu dan institusi tempat ia bekerja.
Baca juga: Apa Yang Dimaksud Dengan Zona Integritas? Pengertian, Tujuan, dan Manfaatnya bagi Pelayanan Publik
Apa Fungsi dan Manfaat Pakta Integritas?
Pakta integritas memiliki fungsi yang beragam, tergantung lembaga dan konteks penggunaannya. Namun secara umum, terdapat beberapa fungsi utama yang membuat dokumen ini penting dalam tata kelola organisasi modern.
Mencegah Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang. Korupsi biasanya terjadi ketika tidak ada pengawasan atau komitmen moral yang jelas. Dengan pakta integritas, seseorang menyatakan secara tertulis bahwa ia menolak segala bentuk gratifikasi, suap, manipulasi anggaran, serta tindakan yang memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi. Pernyataan tertulis memiliki efek psikologis kuat karena orang lebih berhati-hati karena ia tahu dirinya memiliki komitmen yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum dan etik.
Memastikan Transparansi dan Akuntabilitas. Dalam pemerintah maupun perusahaan, transparansi menjadi kunci tata kelola yang baik. Pakta integritas memaksa pelaksana tugas untuk:
bekerja sesuai prosedur,
membuat laporan dengan benar,
tidak menyembunyikan informasi,
serta siap diperiksa jika terjadi dugaan pelanggaran.
Dengan kata lain, dokumen ini menjadi alat kontrol internal.
Menjaga Kepercayaan Publik. Institusi publik seperti KPU, kementerian, pemerintah daerah, hingga BUMN sangat membutuhkan kepercayaan masyarakat. Tanpa kepercayaan, kebijakan apa pun menjadi sulit dijalankan. Pakta integritas memberi pesan bahwa institusi tersebut serius memberantas penyimpangan. Ini menjadi sinyal positif bagi publik bahwa pemerintah atau lembaga penyelenggara Pemilu tidak main-main dalam menjaga integritas internal.
Mengurangi Konflik Kepentingan. Seseorang bisa saja terlibat hubungan keluarga, bisnis, atau kepentingan pribadi yang berpotensi memengaruhi keputusannya. Pakta integritas biasanya memuat larangan:
melibatkan keluarga dalam proses rekrutmen,
memberikan proyek kepada perusahaan yang memiliki hubungan pribadi,
mengatur kebijakan untuk menguntungkan kelompok tertentu.
Dengan demikian, dokumen ini menjadi pagar untuk mencegah keputusan yang bias atau manipulatif.
Melindungi Institusi dari Risiko Hukum. Jika terjadi pelanggaran, institusi memiliki dasar kuat untuk memberikan sanksi. Penandatangan pakta integritas berarti seseorang telah mengetahui aturan dan konsekuensinya. Jadi, tindakan penyimpangan tidak dapat dibela dengan alasan “tidak tahu aturan”.
Meningkatkan Profesionalisme. Pakta integritas juga mendorong kedisiplinan dan etika kerja. Dengan menandatangani dokumen ini, pegawai atau penyelenggara Pemilu sadar bahwa pekerjaannya diawasi, sehingga ia terdorong bekerja lebih hati-hati, teliti, dan sesuai standar operasional.
Bagaimana Isi dan Contoh Pakta Integritas KPU (Provinsi / Kabupaten / Kota)?
Setiap KPU baik tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota memiliki format pakta integritas dengan substansi yang hampir sama. Secara umum, pakta integritas KPU berisi poin-poin berikut:
Komitmen Menjaga Integritas Pemilu dimana penandatangan menyatakan bersedia bekerja jujur, adil, transparan, dan profesional,menjaga kerahasiaan data pemilih dan dokumen strategis, tidak melakukan manipulasi suara atau hasil rekapitulasi,tidak berkolusi dengan peserta Pemilu, tim sukses, maupun pihak berkepentingan lainnya.
Larangan Gratifikasi dan Suap. Penandatangan bersumpah untuk tidak menerima uang, barang, atau fasilitas dari peserta Pemilu, tidak memberikan fasilitas kepada pihak tertentu yang berpotensi memengaruhi proses Pemilu, melaporkan setiap percobaan suap, tekanan politik, atau intimidasi.
Komitmen Netralitas, netralitas adalah poin paling penting. Penandatangan wajib untuk tidak memihak partai politik atau calon tertentu, tidak memberikan informasi strategis kepada tim kampanye, tidak mengunggah dukungan politik di media sosial, tidak hadir dalam kegiatan kampanye kecuali dalam kapasitas tugas resmi.
Kesiapan untuk Diawasi dan Diproses. Setiap petugas KPU wajib untuk siap diaudit internal maupun eksternal, menerima sanksi jika terbukti melanggar kode etik, bersedia diberhentikan dari jabatan jika melanggar integritas.
Komitmen Menjaga Kerahasiaan. KPU memiliki banyak dokumen sensitif terkait data pemilih, dokumen pencalonan, hingga hasil rekapitulasi. Penandatangan pakta integritas berkewajiban menjaga kerahasiaan tersebut agar tidak bocor ke pihak yang berkepentingan.
Berikut Contoh Paragraf Pakta Integritas KPU (Disusun untuk Keperluan Edukasi, Bukan Dokumen Resmi)
“Saya yang bertanda tangan di bawah ini, dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan, berjanji untuk bekerja secara jujur, adil, profesional, dan transparan dalam seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah.
Saya berkomitmen untuk tidak melakukan tindakan yang mengarah pada korupsi, kolusi, gratifikasi, konflik kepentingan, maupun bentuk penyalahgunaan wewenang lainnya.
Saya bersedia mempertanggungjawabkan setiap tindakan saya di hadapan hukum, kode etik, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta siap menerima sanksi apabila terbukti melakukan pelanggaran terhadap pakta integritas ini.”
Contoh di atas merupakan ilustrasi dan bukan format baku, tetapi merepresentasikan unsur-unsur yang umum digunakan KPU.
Apa Konsekuensi Jika Pakta Integritas Dilanggar?
Meskipun bukan undang-undang, pakta integritas memiliki kekuatan moral, administratif, dan dalam beberapa kasus dapat diperkuat dengan dasar hukum yang berlaku. Pelanggaran terhadap pakta integritas dapat berakibat serius.
Sanksi Etik - Biasanya dijatuhkan oleh dewan etik internal, seperti:
teguran tertulis,
pembinaan atau peringatan keras,
diberhentikan dari jabatan struktural.
Pada KPU, pelanggaran etik dapat diproses oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Sanksi Administratif, bisa berupa:
pencabutan hak untuk mengikuti proses seleksi,
pembatalan kelulusan seleksi CPNS,
pencopotan jabatan,
penurunan pangkat.
Sanksi administratif ini terjadi karena pelanggar dianggap tidak memenuhi standar perilaku yang ditetapkan lembaga.
Sanksi Perdata, jika tindakan pelanggaran menimbulkan kerugian bagi institusi atau masyarakat, penandatangan dapat digugat secara perdata atas dasar perbuatan melawan hukum.
Sanksi Pidana, jika pelanggaran berkaitan dengan:
suap,
penyalahgunaan anggaran,
manipulasi data,
pungutan liar,
atau bentuk korupsi lainnya,
maka pelaku dapat diproses menggunakan KUHP atau UU Tipikor. Banyak kasus pejabat publik dijerat hukum karena melanggar pakta integritas yang pada akhirnya mengarah pada tindak pidana korupsi.
Kehilangan Kepercayaan Publik. Hukuman paling berat bukan selalu pidana, tetapi hilangnya kepercayaan dari masyarakat. Sekali seorang pejabat atau penyelenggara Pemilu dianggap melanggar integritas, reputasinya sulit pulih.
Siapa Saja yang Wajib Menandatangani Pakta Integritas?
Kewajiban menandatangani pakta integritas biasanya diterapkan pada berbagai profesi dan sektor. Berikut kelompok yang paling sering diwajibkan menandatanganinya:
Pejabat Pemerintah dan ASN, termasuk:
pejabat kementerian,
pejabat dinas daerah,
pegawai yang terlibat pengelolaan anggaran,
pejabat pembuat komitmen (PPK),
panitia pengadaan barang/jasa.
ASN juga menandatanganinya saat proses rekrutmen CPNS sebagai bentuk komitmen melaksanakan tugas sesuai nilai dasar ASN.
Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, PPK, PPS, KPPS). Setiap individu yang berperan dalam proses Pemilu wajib menandatangani pakta integritas karena pemilu adalah proses sensitif, integritas penyelenggara menjadi kunci legitimasi hasil pemilu.
Aparat Penegak Hukum seperti Polisi, jaksa, dan pegawai lembaga hukum sering diwajibkan menandatangani pakta integritas untuk menghindari konflik kepentingan dan intervensi perkara.
Pegawai Perusahaan Swasta, terutama perusahaan yang:
bekerja dengan dana besar,
menangani informasi sensitif,
memiliki hubungan bisnis dengan pemerintah.
Perusahaan perlu pakta integritas untuk mencegah kebocoran data dan konflik kepentingan internal.
Peserta Proyek dan Vendor. Dalam proyek pemerintah, vendor atau kontraktor diminta menandatangani pakta integritas agar tidak menyuap panitia tender, melakukan praktik mark-up, memberikan hadiah kepada pelaksana proyek.
Apa Pentingnya Komitmen dan Implementasi, Bukan Sekadar Formalitas?
Banyak lembaga sebenarnya telah rutin menggunakan pakta integritas, tetapi tidak jarang dokumen ini dianggap hanya simbol atau syarat administratif. Dalam beberapa kasus, pelanggaran tetap terjadi meski pakta integritas sudah ditandatangani. Itulah sebabnya implementasi dan pengawasan lebih penting daripada sekadar penandatanganan sebab:.
Pakta integritas tanpa pengawasan hanya akan menjadi dokumen kosong. Jika lembaga tidak memiliki mekanisme pengawasan, audit internal, atau ruang pelaporan pelanggaran, maka pakta integritas tidak akan efektif.
Budaya organisasi menentukan keberhasilan. Ketika pimpinan memberi teladan buruk, bawahan biasanya mengikuti. Sebaliknya, ketika pimpinan menunjukkan integritas dan menjunjung tinggi aturan, seluruh organisasi cenderung disiplin.
Sistem pelaporan yang aman sangat diperlukan. Pegawai harus punya ruang aman untuk melaporkan penyimpangan tanpa takut dibalas atau diintimidasi. Banyak negara mengadopsi sistem whistleblowing untuk mendukung pakta integritas.
Edukasi dan internalisasi etika harus terus dilakukan. Pelatihan integritas dan etika kerja perlu diberikan secara rutin, bukan hanya sesekali.
Masyarakat ikut mengawasi. Untuk lembaga publik seperti KPU atau pemerintah daerah, partisipasi masyarakat sangat penting. Publik dapat menjadi pengawas eksternal yang mencegah potensi penyimpangan. Kesimpulannya, pakta integritas kuat jika didukung:
pengawasan,
keteladanan,
budaya integritas,
transparansi,
dan keberanian melindungi pelapor pelanggaran.
Tanpa itu, pakta integritas hanya akan menjadi tanda tangan di atas kertas.
Pakta integritas adalah instrumen penting dalam mencegah korupsi, memperkuat transparansi, dan memastikan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah, penyelenggara Pemilu, maupun dunia kerja. Meskipun terlihat sederhana, dokumen ini berfungsi sebagai kompas moral dan pagar hukum bagi siapa pun yang memegang kekuasaan atau kewenangan tertentu.
Lebih dari sekadar ritual penandatanganan, pakta integritas harus diikuti tindakan nyata, pengawasan ketat, dan komitmen bersama. Hanya dengan cara itu sebuah lembaga dapat menjaga reputasi dan menciptakan tata kelola yang benar-benar bersih dan berintegritas.