Membongkar Abuse of Power: Peran Ombudsman, KPK, dan Lembaga Pengawas dalam Mengawal Kekuasaan Negara
Abuse of Power atau penyalahgunaan kekuasaan merupakan salah satu persoalan paling serius dalam sistem pemerintahan modern. Ketika kewenangan publik dipegang oleh pejabat negara, terdapat tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa kewenangan tersebut dijalankan demi kepentingan umum, bukan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Namun, dalam praktik pemerintahan, penyalahgunaan kewenangan masih sering terjadi, baik dalam bentuk keputusan administratif yang merugikan masyarakat, kriminalitas jabatan, hingga praktik korupsi yang sistematis. Oleh karena itu, sistem hukum dituntut untuk memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang efektif guna mencegah, mengoreksi, dan memberikan sanksi terhadap tindakan penyalahgunaan kekuasaan.
Abuse of power tidak hanya merusak kepercayaan publik, tetapi juga menciptakan kerugian material, ketidakpastian hukum, dan menghambat terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Apa itu Abuse of Power dalam Sistem Hukum?
Dalam perspektif hukum, abuse of power merujuk pada tindakan pejabat publik yang menggunakan kewenangan melampaui batas yang diberikan oleh peraturan, menggunakan kewenangan tidak sesuai prosedur, atau memanfaatkan kewenangan untuk tujuan yang menyimpang dari kepentingan publik. Dengan kata lain, penyalahgunaan kekuasaan terjadi ketika pejabat bertindak tidak berdasarkan hukum, tidak sesuai tujuan pemberian wewenang, atau menyimpang dari asas-asas pemerintahan yang baik.
Pengertian ini melekat pada konsep diskresi dan atribusi kewenangan. Setiap pejabat memiliki kewenangan yang melekat dari peraturan perundang-undangan. Ketika kewenangan tersebut digunakan di luar koridor hukum baik secara sadar maupun karena kelalaian maka perbuatan itu dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang. Penyalahgunaan kekuasaan tidak hanya terjadi pada ranah administratif, tetapi juga dapat berkembang menjadi pelanggaran pidana seperti korupsi, kolusi, conflict of interest, pemerasan, atau penggelapan keuangan negara.
Apa Bentuk dan Contoh Penyalahgunaan Kekuasaan?
Abuse of power memiliki berbagai bentuk yang dapat dibedakan berdasarkan konteks, dampak, dan motif pelaku. Beberapa bentuk umum antara lain:
- Misuse of Authority (kelebihan atau penyimpangan kewenangan) - Ketika pejabat menjalankan kewenangan tanpa dasar hukum atau melampaui batas kewenangan yang dimiliki. Contohnya seperti menerbitkan izin usaha kepada pihak tertentu tanpa memenuhi persyaratan legal.
- Maladministration - Tindakan birokrasi yang menyebabkan layanan publik menjadi tidak objektif, diskriminatif, atau merugikan masyarakat. Contohnya seperti memperlambat pengurusan dokumen publik untuk memaksa masyarakat memberikan suap.
- Nepotisme dan Konflik Kepentingan - Menggunakan jabatan untuk menguntungkan kerabat, kolega, atau pihak yang memiliki hubungan pribadi. Contohnya seperti penunjukan pejabat pada jabatan strategis tanpa prosedur meritokrasi.
- Korupsi dan Kejahatan Jabatan - Menggunakan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain. Contohnya seperti pengadaan barang dan jasa fiktif yang menyebabkan kerugian negara.
- Intervensi Politik dan Tekanan terhadap Aparatur - Memaksa aparatur untuk mengambil keputusan tidak berdasarkan analisis hukum atau administrasi, melainkan kepentingan politik kelompok tertentu.
Dengan keragaman bentuk tersebut, penyalahgunaan kekuasaan dapat berimplikasi multidimensi: merugikan negara, mencederai hak masyarakat, merusak tata kelola pemerintahan, hingga mengancam demokrasi.
Apa Dasar Hukum yang Mengatur Penyalahgunaan Wewenang dalam Administrasi Pemerintahan?
Sistem hukum Indonesia telah menyediakan aturan untuk mencegah dan menindak penyalahgunaan kewenangan. Dasar hukum tersebut tersebar dalam beberapa undang-undang, diantaranya sebagai berikut:
- Undang-Undang 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
Menegaskan batas penggunaan kewenangan administratif dan menekankan asas profesionalitas, proporsionalitas, serta kepentingan publik. - Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi
Mengatur tindak pidana terkait penyalahgunaan kewenangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara. - Undang-Undang 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
Menjabarkan kode etik dan sanksi administratif bagi ASN yang menyalahgunakan wewenang. - Peraturan Pemerintah tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara dan Disiplin PNS
Mengatur penegakan disiplin dan pertanggungjawaban administratif. - Peraturan Ombudsman Republik Indonesia mengenai maladministrasi
Mengatur standar pelayanan publik dan prosedur penanganan maladministrasi.
Kerangka regulasi tersebut memperlihatkan bahwa negara telah membangun sistem hukum untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan sekaligus menyediakan jalur pertanggungjawaban yang terukur.
Bagaimana Mekanisme Pertanggungjawaban Hukum bagi Pejabat Publik?
Pertanggungjawaban hukum merupakan konsekuensi logis dari pemberian kekuasaan publik. Mekanisme ini bertujuan memastikan bahwa pejabat publik bertanggung jawab atas setiap tindakan administratif maupun keputusan yang dibuat. Mekanisme pertanggungjawaban melibatkan beberapa aspek sebagai berikut:
- Pemeriksaan Internal - Proses yang dilakukan oleh pengawas internal instansi atau Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) untuk menilai dugaan pelanggaran prosedur administratif.
- Pemeriksaan Eksternal - Dilakukan oleh lembaga pengawas eksternal atau lembaga penegak hukum, seperti KPK, Kejaksaan, Kepolisian, Ombudsman, dan lembaga audit negara.
- Sengketa Administratif - Keputusan pejabat publik dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika dinilai menyalahgunakan kewenangan dan merugikan rakyat atau badan hukum.
- Proses Pidana - Jika ditemukan unsur tindak pidana seperti korupsi, pemerasan, atau penggelapan, proses hukum pidana diberlakukan.
Melalui pola pertanggungjawaban berlapis, sistem hukum berupaya memastikan bahwa tindakan penyalahgunaan kekuasaan dapat dikoreksi dan diberi sanksi yang proporsional.
Bagaimana Pertanggungjawaban Pidana, Perdata, dan Administratif?
Tindakan penyalahgunaan kekuasaan dapat dipertanggungjawabkan melalui tiga ranah hukum: pidana, perdata, dan administratif.
- Pertanggungjawaban Pidana - Dilakukan ketika penyalahgunaan kewenangan memenuhi unsur tindak pidana, terutama korupsi dan kejahatan jabatan. Sanksi dapat berupa:
- Penjara
- Denda
- Perampasan aset atau uang pengganti
- Pencabutan hak politik (dalam kasus tertentu)
Pertanggungjawaban pidana bersifat represif dan ditujukan untuk menghukum serta menimbulkan efek jera.
- Pertanggungjawaban Perdata - Dilakukan untuk memulihkan kerugian negara atau masyarakat akibat penyalahgunaan kewenangan. Mekanismenya dapat berupa:
- Gugatan perdata terhadap pejabat
- Tuntutan ganti rugi
- Pengembalian aset yang diperoleh secara melawan hukum
- Pertanggungjawaban Administratif - Berlaku bila terjadi pelanggaran prosedur administrasi tanpa unsur pidana. Sanksinya antara lain:
- Teguran atau peringatan
- Penundaan atau pemberhentian jabatan
- Pembatalan keputusan administratif
- Pembayaran denda administratif
Ketiga mekanisme ini saling melengkapi, bukan saling meniadakan. Seorang pejabat dapat dikenai sanksi administratif sekaligus pidana apabila terpenuhi unsur-unsurnya.
Bagaimana Peran Lembaga Pengawas seperti MA, MK, Ombudsman, KPK, dan APIP?
Sistem pengawasan terhadap pejabat publik dilakukan oleh berbagai lembaga sesuai fungsi konstitusionalnya.
|
Lembaga |
Peran Utama |
|
Mahkamah Agung (MA) |
Mengadili sengketa administrasi negara melalui PTUN dan mengawasi peradilan |
|
Mahkamah Konstitusi (MK) |
Menjaga agar produk hukum dan kewenangan pemerintah tidak bertentangan dengan konstitusi |
|
Ombudsman RI |
Menerima dan menangani laporan maladministrasi pelayanan publik |
|
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) |
Menangani tindak pidana korupsi termasuk penyalahgunaan kewenangan |
|
APIP |
Pengawasan internal untuk memastikan kepatuhan instansi terhadap aturan |
Dengan keberadaan lembaga-lembaga ini, pengawasan terhadap pejabat publik tidak hanya dilakukan secara internal, tetapi juga melalui sistem check and balance.
Apa Upaya Pencegahan Abuse of Power di Pemerintahan?
Pencegahan penyalahgunaan kekuasaan tidak hanya bertumpu pada penegakan sanksi, tetapi juga pada perbaikan sistem. Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui:
- Penguatan Integritas dan Etika Pejabat Publik - Pengembangan budaya integritas melalui pendidikan anti-korupsi, kode etik profesi, dan pelaporan kekayaan pejabat.
- Transparansi dan Digitalisasi Pemerintahan - Pemanfaatan e-government, seperti e-procurement, e-budgeting, dan e-service, dapat meminimalkan interaksi tatap muka sekaligus menutup celah penyimpangan.
- Sistem Merit dalam Rekrutmen dan Promosi Jabatan - Penempatan pegawai berdasarkan kompetensi, bukan relasi politik atau kedekatan pribadi.
- Pelindungan bagi Pelapor (whistleblower protection) - Mendorong partisipasi publik dalam mengawasi pemerintah tanpa rasa takut.
- Penguatan Sanksi dan Penegakan Hukum - Penegakan hukum yang tegas dan konsisten akan menciptakan efek jera sekaligus meningkatkan kepercayaan publik.
Abuse of power merupakan ancaman nyata bagi pembangunan nasional, tata kelola pemerintahan yang baik, dan kualitas demokrasi. Penyalahgunaan kewenangan tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Karena itu, sistem hukum harus memastikan bahwa setiap pejabat publik dapat dimintai pertanggungjawaban melalui mekanisme pidana, perdata, dan administratif.
Pengawasan internal dan eksternal, peran lembaga penegak hukum, serta peningkatan budaya integritas menjadi kunci untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan di masa mendatang. Ketika hukum ditegakkan secara adil dan transparan, pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan berorientasi pada pelayanan publik dapat terwujud.
Baca juga: Apa itu Otoriter? Penjelasan Lengkap, Ciri-Ciri, dan Contohnya di Dunia