Wawasan Kepemiluan

Pemilu tidak Luber dan Jurdil? Yuk, simak apa yang terjadi di negara berikut!

Hai, Teman Pemilih! Teman Pemilih tahu tidak apa itu Luber dan Jurdil? Ternyata Luber dan Jurdil ini merupakan sebuah singkatan dari Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Luber dan Jurdil ini adalah suatu asas yang dianut oleh negara kita Indonesia dalam melaksanakan kegiatan Pemilu. 

Luber dan Jurdil ini juga memiliki makna masing-masing, lho. Teman Pemilih yang ingin lebih lanjut mengetahui apa sih makna dari Luber dan Jurdil ini, Teman Pemilih bisa baca artikel kami Pemahaman Tentang Makna Asas Pemilu : Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil.

Teman Pemilih tahu tidak, beberapa negara ada yang tidak menerapkan asas Luber dan Jurdil. Teman Pemilih tahu apa yang terjadi setelahnya? Yuk, tanpa berlama-lama lagi mari kita bahas!

Belajar dari Krisis Pemilu di Beberapa Negara

Teman Pemilih, ternyata Pemilu yang tidak dilaksanakan secara luber dan jurdil, menyisakan banyak persoalan baik dalam proses Pemilu maupun dinamika pemerintahan setelah pelaksanaan kegiatan Pemilu.

Beberapa negara menunjukkan sebuah contoh ketika kegiatan Pemilu tidak dilaksanakan secara luber dan jurdil. Yuk, simak apa saja contoh negara yang tidak dilaksanakan secara luber dan jurdil dan apa saja pelajaran yang kita peroleh dari peristiwa tersebut!

Pelajaran dari Pemilu Venezuela: Pentingnya Pemilu Bersih

Teman pemilih, contoh pertama dari negara yang akan kita bahas kali ini adalah negara Venezuela. Gejolak yang ditimbulkan akibat Pemilu di negara ini yang dilaksanakan pada tahun 2018, hingga kini belum memiliki kepastian. Venezuela kini sedang dilanda konflik yang berkepanjangan.

Saat itu, Nicolas Maduro adalah kandidat terpilih atas hasil pelaksanaan pemilu. Calon presiden yang dikalahkan oleh Nicolas Maduro, yakni Henri Falcon dan Javier Bertucci kompak bersepakat menolak hasil pelaksanaan pemilu. Keduanya menganggap proses Pemilu berlaku curang dalam hal jual beli suara dan pelanggaran lainnya. Venezuela makin parah ketika Ketua Majelis Nasional (DPR), Juan Guaido memanfaatkan konflik tersebut dengan mendeklarasikan diri sebagai Presiden interim Venezuela. Juan Guaido membangun kekuatan dengan beberapa kalangan elit dan bergabung dengan kelompok-kelompok yang menentang kepemimpinan Maduro.

Krisis Pemilu Afghanistan: Dua Pemimpin, Satu Negara

Contoh negara kedua yang akan kita bahas adalah Afganistan. Afganistan adalah negara yang memiliki kepemimpinan kembar di bawah Ashraf Ghani dan Abdullah Abdullah. Kenyataan ini harus dihadapi akibat dari pelaksanaan Pemilu yang dilakukan pada tahun 2014 di negara itu tidak berjalan dengan baik. Masing-masing calon mengklaim kemenangan.

Pada pemungutan suara putaran pertama, Abdullah unggul, namun ketika dilakukan putaran kedua, Ghani justru berbalik unggul. Pihak Abdullah tidak menerima hasil pemilu ini karena adanya dugaan kecurangan sesaat setelah pengumuman hasil penghitungan suara diundur dua bulan dari jadwal yang sudah disepakati.

Setelah dilanda konflik yang berkepanjangan selama delapan bulan, pada akhirnya kedua tokoh ini berkompromi untuk berbagi kekuasaan eksekutif. Pihak yang satu berperan sebagai presiden, kemudian yang satu berperan sebagai kepala eksekutif pemerintahan. Kesepakatan inipun terjadi karena intervensi Amerika Serikat. Kepemimpinan kembar seperti ini mengakibatkan sangat sulit berjalannya pemerintahan secara efektif.

Pemilu Zimbabwe 2018: Selisih Suara Tipis Pemicu Kekacauan

Contoh negara berikutnya adalah Zimbabwe. Peristiwa serupa juga terjadi di Zimbabwe. Nelson Chamisa, Calon oposisi Gerakan Perubahan Demokratis (MDC) yang kalah Pemilu pada saat itu, menolak diadakannya pelantikanan Emmerson Mnangagwa pada Agustus 2018 karena pihaknya menemukan bukti bahwa pihak kepolisian tidak netral dan ikut terlibat melakukan kecurangan.

Pimpinan institusi yang seharusnya netral, terbukti mewajibkan semua polisi harus mencoblos surat suara di bawah tekanan dan pengawasan satuan masing-masing. Kondisi menjadi panas dan tidak menentu karena juga perolehan suara kedua Calon selisihnya terpaut sangat tipis. Mnangagwa meraih 50,8 persen suara sedangkan lawannya Chamisa meraih 44 persen suara. Pihak Chamisa makin bersemangat dengan cara mendesak Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan kemenangan Mnangagwa karena dugaan kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu.

Komisi Pemilihan Zimbabwe sempat merevisi hasil pemilihan presiden sebanyak dua kali. Tapi Mahkamah Konstitusi Zimbabwe pada Agustus 2018 mengeluarkan putusan untuk memperkuat kemenangan tipis Mnangagwa. Putusan itu menyebabkan suasana di negara itu dalam keadaan kacau.

Kekacauan Pemilu Yugoslavia: Perpecahan Negara Karena Pemilu

Contoh terakhir negara yang akan kita bahas kali ini adalah Yugoslavia. Teman Pemilih tahu tidak bahwa kekacauan Pemilu tahun 1990 di Yugoslavia menjadi salah satu sebab negara itu terpecah. Konflik ini terjadi berawal ketika partai komunis kalah dan partai-partai berhaluan nasionalis menguasai perolahan kursi. Padahal, sebelum pecah menjadi negara-negara kecil seperti Republik Serbia, Republik Montenegro, Republik Kroasia, Republik Slovenia, Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina, Teman pemilih tahu tidak bahwa negara pelopor Gerakan Non-Blok (GNB) ini dikenal sebagai sebuah negara komunis yang maju dan makmur rakyatnya.

Pemilu seharusnya menjadi ajang demokrasi yang memperkuat persatuan bangsa. Namun, sejarah mencatat hal sebaliknya. Ketika partai komunis kalah dan partai-partai nasionalis merebut kekuasaan, ketegangan politik justru memuncak. Persaingan politik yang tidak dikelola dengan baik memicu perpecahan antar wilayah, hingga akhirnya negara yang dulu makmur itu pecah menjadi beberapa republik kecil.

Teman pemilih, negara-negara yang telah kita bahas diatas mulai dari Venezuela hingga Yugoslavia, gagal melaksanakan Pemilu sehingga melahirkan bencana. Padahal, tujuan penyelenggaraan Pemilu menurut Asshiddiqie (2006) adalah untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai, untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan, untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat dan untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.

Teman Pemilih, dari peristiwa yang dialami oleh beberapa negara diatas, sebuah pengingat penting bagi kita semua untuk menjaga kejujuran dan keadilan pemilu berarti menjaga keutuhan bangsa. Nah, Teman pemilih! Kita sudah bahas apa yang terjadi pada beberapa negara ketika negara tersebut tidak menerapkan Luber dan Jurdil. Simak lebih lanjut artikel kami 4 Hal yang Membuat Asas Pemilu Harus Diterapkan, Simak Apa Saja Itu!

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 684 kali