Wawasan Kepemiluan

Sengketa Hasil dan Sengketa Proses Pemilu di Indonesia: Pengertian, Mekanisme, dan Tantangannya

Sengketa dalam proses pemilihan umum (Pemilu) merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari proses demokrasi khususnya elektoral. Dalam setiap agenda pemilu, kita seringkali mendengar tentang sengketa yang didasarkan pada ketidakpuasan pihak atas tahapan maupun hasil dari pemilu tersebut. Hak untuk bersengketa juga dilindungi oleh hukum dengan membuktikan dan memutuskan ranah pengadilan atau lembaga terkait. Hal ini bertujuan untuk menjamin keadilan bagi peserta pemilu dan menjaga integritas pemilu, adapun Indonesia sebagai negara demokrasi dengan landasan hukum yang jelas mempunyai mekanisme penyelesaian sengketa pemilu dengan jelas dan terstruktur Pengertian Sengketa Pemilu Sengketa pemilu adalah proses dimana hal ini timbul akibat ketidakpuasan atau perbedaan pendapat maupun pandangan antara peserta, penyelenggara atau pihak lain yang berkepentingan dalam pemilu. Secara sederhana, sengketa pemilu terbagi menjadi dua kategori: sengketa proses pemilu dan sengketa hasil pemilu. Sengketa Proses Pemilu 1. Pengertian Sengketa Proses Pemilu Sengketa proses pemilu adalah perselisihan yang timbul akibat ketidakpuasan peserta pemilu terhadap alur tahapan, aturan, prosedur atau keputusan yang diambil oleh penyelenggara pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelum ditetapkannya hasil pemilu. Sengketa ini biasanya muncul antara peserta pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu atau peserta pemilu dengan peserta lain. 2. Contoh Sengketa Proses Pemilu Sengketa proses dapat muncul dalam beberapa kondisi, seperti: Penetapan daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak sesuai; Tahapan penetapan pasangan calon atau calon legislatif yang tidak taat aturan; Pembagian daerah pemilihan; Dugaan pelanggaran administratif yang mempengaruhi tahapan kampanye atau pemungutan suara. 3. Lembaga yang Menangani Sengketa Proses Penanganan sengketa proses pemilu diselesaikan melalui Bawaslu, Bawaslu sendiri mempunyai kewenangan tersebut yakni: menerima laporan, pemanggilan pihak yang bersengketa, pemeriksaan dokumen dan menetapkan putusan. Namun, bila terjadi ketidakpuasan dari salah satu pihak dapat melanjutkan sengketa ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) sesuai dengan jenis sengketa. Sengketa Hasil Pemilu 1. Pengertian Sengketa Hasil Pemilu Sengketa hasil pemilu adalah perselisihan hasil perolehan suara yang telah ditetapkan secara resmi oleh KPU. Sengketa ini diakibatkan oleh peserta pemilu yang merasa hasil perolehan suara yang telah ditetapkan tidak sesuai, terjadinya kecurangan yang dapat mempengaruhi hasil, atau terjadinya pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis dan masif. 2. Ruang Lingkup Sengketa Hasil Sengketa hasil mencakup: Perselisihan hasil perolehan suara antar peserta pemilu; Ketidakakuratan data penghitungan suara di tingkat TPS hingga nasional; Terjadinya temuan manipulasi pemungutan dan penghitungan suara yang memengaruhi perolehan kursi atau perolehan suara calon. 3. Lembaga Penyelesaian Sengketa Hasil Sengketa hasil pemilu akan diselesaikan di ranah Mahkamah Konstitusi. MK berwenang menerima permohonan sengketa, memeriksa alat bukti, menghadirkan saksi, sampai dengan keputusan yang final dan mengikat. Putusan tersebut dapat berupa penolakan permohonan sengketa, pengabulan sebagian hingga memerintahkan untuk melakukan pemungutan suara ulang di wilayah tertentu. Perbedaan Sengketa Proses dan Sengketa Hasil Pemilu 1. Dari Segi Objek Sengketa Sengketa proses: mengenai tahapan pemilu sebelum ditetapkannya hasil pemilu. Sengketa hasil: menyangkut hasil perolehan suara yang telah resmi ditetapkan oleh KPU. 2. Dari Segi Lembaga Penyelesaian Sengketa proses: kewenangan berada di Bawaslu, dan bisa dilanjutkan ke PTUN. Sengketa hasil: kewenangan berada di Mahkamah Konstitusi dan bersifat final. 3. Dari Segi Dampak Sengketa Sengketa proses: dapat berdampak pada perbaikan administrasi dan evaluasi tahapan pemilu. Sengketa hasil: putusan dapat menentukan siapa yang berhak atas kemenangan dan perolehan hasil pemilu. Tantangan dalam Penyelesaian Sengketa Pemilu di Indonesia 1. Kompleksitas Administrasi Pemilu Pemilu Indonesia merupakan pemilu dengan skala terbesar di dunia, hal ini dapat dilihat dari segi jumlah pemilih, besarnya logistik dan banyaknya calon. Potensi kesalahan administrasi dapat timbul dengan kompleksitas yang terjadi, dengan alur tahapan yang cukup padat dan proses administrasi yang banyak menimbulkan kesalahan administrasi yang berdampak pada terjadinya sengketa proses pemilu. 2. Kualitas Bukti dan Validitas Data Sengketa yang dilayangkan kepada pihak terkait seringkali tidak didukung bukti yang cukup/. Akurasi data dan kualitas bukti yang belum teruji menyebabkan sengketa yang dilayangkan ditolak dengan sebab tertentu. Hal ini menjadi tantangan dalam mengumpulkan alat bukti mengingat cakupan wilayah dan banyaknya jumlah TPS yang ada. 3. Keterbatasan Waktu Penyelesaian Pihak yang berwenang dalam penyelesaian sengketa memiliki keterbatasan waktu dalam memutuskan sengketa. Disamping itu banyaknya sengketa yang diajukan menjadi kendala bagi MK dan Bawaslu, juga dalam proses pembuktian yang rumit dan sulit memerlukan waktu yang lama padahal undang-undang jelas mengatur bahwa suatu sengketa harus diselesaikan dengan batas waktu tertentu. 4. Pemahaman Hukum yang Minim Sebagian peserta pemilu masih kurang memahami tata cara hukum penyelesaian sengketa, sehingga sering terjadi kesalahan administrasi dan kelengkapan berkas atau dokumen dalam pengajuan sengketa. Upaya Memperkuat Sistem Penyelesaian Sengketa Pemilu 1. Digitalisasi Tahapan Pemilu Monitoring digital, rekapitulasi elektronik, dan sistem pelaporan online dapat mengurangi kesalahan manual. Dengan pengarsipan digital, sengketa dapat dilakukan dengan lebih jelas dan cepat. Dokumen yang terarsip secara digital dapat dibuka dalam persidangan dan menjadi alat bukti sengketa. 2. Peningkatan Kapasitas Penyelenggara dan Peserta Pemilu Pendidikan hukum terkait kepemiluan teramat penting bagi penyelenggara pemilu. Hal ini akan berdampak pada penyelenggara yang profesional dan berintegritas, berbagai kesalahan administrasi maupun tahapan dapat diantisipasi melalui pemahaman yang konkrit oleh penyelenggara pemilu. Dengan peningkatan kapasitas tentang peraturan dan hukum kepailitan, maka sengketa pemilu dapat dihindarkan. 3. Budaya Transparansi dan Keterlibatan Publik Partisipasi masyarakat dalam pengawasan terhadap penyelenggara, peserta dan pihak yang terlibat dalam pemilu sangatlah penting. Hal ini akan memperkuat legitimasi dari masyarakat yang tercipta dari proses elektoral yang bersih dan jujur. Transparansi baik peserta maupun penyelenggara sangatlah penting bagi publik, dengan transparansi dan keterlibatan publik maka potensi pelanggaran dapat terhindarkan. Sengketa yang diakibatkan proses yang tertutup dan hasil yang termanipulasi dapat dicegah dan menghindarkan terjadinya sengketa pemilu. Sengketa pemilu merupakan proses atau upaya menghadirkan perlindungan atas hak keadilan baik peserta maupun penyelenggara. Sengketa pemilu menjadi bagian tidak terpisahkan dari proses demokrasi itu sendiri. Penyelesaian sengketa dapat berdampak pada penguatan sistem elektoral, transparansi dan memperkuat legitimasi masyarakat. Melalui pemahaman yang cakap tentang mekanisme hukum penyelesaian perselisihan yang terjadi dalam pemilu, maka proses pemilu akan berjalan dengan baik dan menghasilkan pemimpin yang berpihak kepada masyarakat dan berorientasi pada pembangunan bangsa.

Sistem Noken dalam Pemilu dan Pilkada: Mengaburkan Hak Disabilitas

Pengertian Sistem Noken Sistem noken merupakan metode khas dalam pelaksanaan Pemilu dan Pilkada di sejumlah daerah pegunungan Papua, yang diakui Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai bentuk kearifan lokal. Dalam praktiknya, sistem ini menggantikan mekanisme pemungutan suara langsung dengan sistem perwakilan komunitas atau penyerahan suara melalui kepala suku. Pengakuan tersebut pertama kali ditegaskan dalam Putusan MK Nomor 47-81/PHPU.A-VII/2009, yang menyatakan bahwa sistem noken adalah bagian dari hak masyarakat adat yang harus dihormati sesuai dengan prinsip konstitusional pengakuan terhadap keberagaman. Namun, dalam konteks demokrasi modern dan pemenuhan hak asasi manusia, muncul persoalan serius, apakah sistem noken juga menjamin hak politik kelompok rentan, khususnya penyandang disabilitas, untuk berpartisipasi secara bebas, setara, dan langsung? Landasan Hukum dan Prinsip Inklusivitas Pemilu Secara normatif, Pemilu dan Pilkada di Indonesia diatur untuk menjamin partisipasi universal. Pasal 22E UUD 1945 menjamin pemilu yang “langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (LUBER-JURDIL)”. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum serta UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mewajibkan penyelenggara pemilu untuk menyediakan akses bagi pemilih disabilitas. Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) yang telah diratifikasi melalui UU No. 19 Tahun 2011, menegaskan bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki hak yang setara untuk memilih dan dipilih, dengan akomodasi yang layak. Dalam kerangka tersebut, sistem Pemilu seharusnya menjamin otonomi pilihan individu, bukan kolektif. Prinsip ini menjadi inti dari partisipasi politik yang bermartabat dan nondiskriminatif. Analisis Hukum & Kebijakan Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan PKPU No. 7 Tahun 2022 tentang Penyusunan Daftar Pemilih, KPU wajib memastikan pemilih disabilitas difasilitasi untuk menggunakan hak pilihnya secara mandiri dan rahasia. Namun, dalam konteks Sistem Noken, prinsip “one person, one vote” berpotensi tergeser oleh “one leader, many votes”, yang tidak selaras dengan semangat kesetaraan pemilih disabilitas. Hal ini menciptakan tumpang tindih antara pengakuan adat dan pemenuhan HAM (hak memilih secara individu). Sistem Noken: Dari Representasi Adat ke Delegasi Kolektif Sistem noken pada dasarnya dibangun atas asas musyawarah adat di mana masyarakat satu kampung menyerahkan keputusan politik kepada kepala suku untuk memilih atas nama mereka. Dalam praktik di lapangan, noken digunakan sebagai wadah suara baik secara simbolik (noken sebagai tempat surat suara) maupun substantif (noken sebagai sistem perwakilan kolektif). Meskipun sistem ini diakui untuk menjaga stabilitas sosial dan menghormati budaya lokal, mekanisme kolektif tersebut meniadakan ekspresi politik individual, termasuk bagi penyandang disabilitas. Mereka yang memiliki hambatan fisik, sensorik, atau intelektual tidak mendapat ruang aktualisasi dalam pengambilan keputusan, karena hak mereka dilebur ke dalam keputusan komunitas. Namun, dalam konteks hak disabilitas, sistem ini menimbulkan tantangan serius bagi partisipasi langsung dan mandiri.    Masalah Utama Sistem Noken yang Teridentifikasi Aspek Permasalahan Dampak terhadap Pemilih Disabilitas Representasi Suara Dalam sistem noken, suara diwakilkan oleh kepala suku. Pemilih disabilitas tidak memiliki kontrol pribadi atas pilihan politiknya. Akses Fisik TPS Banyak lokasi sulit dijangkau atau tidak ramah kursi roda. Penyandang disabilitas fisik sulit hadir langsung untuk memilih. Fasilitas Inklusif Minimnya surat suara braille, pendampingan resmi, dan edukasi pemilih disabilitas. Pemilih netra dan tuli sulit memahami proses dan haknya. Data dan Pendataan Data disabilitas masih kecil (38 orang dari seluruh kabupaten). Menunjukkan potensi underreporting atau tidak semua disabilitas terdata.   Disabilitas dan Ketimpangan Hak dalam Sistem Noken Wilayah Fisik Intelektual Mental Sensorik Wicara Sensorik Rungu Sensorik Netra Kobagma 15 0 0 0 0 0 Kelila 8 1 1 2 0 6 Eragayam 3 0 0 0 1 0 Megambilis 0 0 0 0 0 1 Ilugwa 0 0 0 0 0 0 Kolom Rekapitulasi jumlah panyandang disabilitas 2024 di Kabupaten Mamberamo Tengah Dalam masyarakat adat yang masih sangat hierarkis, suara individu, terutama mereka yang dianggap “lemah” atau “tidak produktif” sering kali tidak diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan politik. Penyandang disabilitas menjadi kelompok paling rentan kehilangan haknya karena: Tidak ada jaminan keterlibatan langsung. Kepala suku sebagai representasi komunitas mengambil keputusan tanpa memastikan aspirasi kelompok disabilitas. Tidak tersedia akomodasi khusus. KPU daerah sering kali tidak menyediakan fasilitas pemungutan suara aksesibel di wilayah sistem noken, dengan alasan semua suara diwakilkan. Stigma sosial terhadap disabilitas. Dalam beberapa komunitas adat, penyandang disabilitas masih dipandang sebagai individu yang tidak layak menentukan pilihan politik sendiri. Dengan demikian, sistem noken tidak hanya mengaburkan hak individu, tetapi juga menghapus jejak partisipasi disabilitas dari proses demokrasi di tingkat lokal. Sistem Noken, Perspektif Hak Asasi dan Konstitusional Jika dilihat dari sudut pandang hak konstitusional, sistem noken menghadirkan tensi antara hak kolektif masyarakat adat dan hak individual warga negara. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 memang mengakui hak masyarakat adat, namun pengakuan tersebut bersyarat: selama masih hidup dan sesuai dengan prinsip negara kesatuan serta tidak bertentangan dengan hak asasi manusia. Dengan demikian, pengakuan sistem noken tidak boleh mengesampingkan hak-hak dasar individu, terutama hak untuk memilih secara langsung dan mandiri. Ketika hak kolektif adat meniadakan hak individu penyandang disabilitas, maka terjadi pelanggaran terhadap prinsip equality before the law (Pasal 27 ayat (1) UUD 1945) dan nondiskriminasi (Pasal 28I ayat (2) UUD 1945). Rekomendasi Reformasi Sistem Noken Untuk menyeimbangkan penghormatan terhadap kearifan lokal dan perlindungan hak disabilitas, beberapa langkah dapat ditempuh: Model Hybrid (Campuran): Tetap mempertahankan simbol noken sebagai identitas budaya, namun pemungutan suara dilakukan langsung oleh individu dengan sistem yang lebih inklusif dan aksesibel. Regulasi Teknis KPU: Revisi PKPU tentang tata cara pemungutan suara di daerah sistem noken agar mencakup akomodasi disabilitas, seperti TPS aksesibel dan pendampingan netral. Pendidikan Pemilih Adat dan Disabilitas: Penyelenggara pemilu perlu melakukan pendidikan pemilih berbasis komunitas yang menekankan pentingnya hak suara individu. Monitoring Independen oleh Bawaslu dan LSM HAM: Diperlukan mekanisme pengawasan khusus di wilayah sistem noken untuk memastikan tidak terjadi diskriminasi dan manipulasi suara. Rekomendasi Kebijakan Sistem Noken Integrasi Sistem Noken Inklusif. Kepala suku tetap menjadi simbol representatif, namun setiap pemilih disabilitas diberi kesempatan untuk memberi tanda pilih pribadi dengan pendampingan resmi dari KPPS atau orang yang dipercaya penyandang disabilitas tersebut. Pemetaan Disabilitas Berbasis Kampung. Dinas Sosial dan KPU perlu membuat data lintas sektor agar penyandang disabilitas tidak terlewat dalam DPT. TPS Aksesibel dan Edukasi Khusus. Menyediakan TPS ramah kursi roda dan bimbingan pemilih disabilitas sebelum hari pemungutan suara. Kolaborasi dengan Komunitas Lokal. Libatkan tokoh adat dan gereja dalam edukasi hak disabilitas agar tidak bertentangan dengan norma budaya setempat. Monitoring Independen. Bawaslu dan organisasi disabilitas (mis. PPUA-AKSES, HWDI, PPDI) dilibatkan dalam pemantauan praktik noken untuk memastikan hak disabilitas tidak hilang di balik sistem kolektif. Sistem noken adalah simbol penghormatan terhadap pluralitas bangsa, namun pluralitas tidak boleh menjadi alasan untuk meniadakan hak asasi individu. Dalam demokrasi konstitusional, kebudayaan harus beriringan dengan hak asasi, bukan menindihnya. Jika sistem noken tidak direformasi untuk menjamin akses setara bagi penyandang disabilitas, maka demokrasi di tanah Papua akan tetap berjalan tanpa sebagian warganya. Data KPU Mamberamo Tengah memperlihatkan bahwa pemilih disabilitas memang sudah mulai teridentifikasi, namun masih minim dan belum sepenuhnya terfasilitasi dalam konteks sistem noken. Tantangan utamanya bukan hanya teknis (akses TPS), tetapi struktural dan kultural, di mana sistem kolektif tradisional masih belum cukup adaptif terhadap prinsip inklusi pemilu modern. (Parlindungan Simanjuntak, Anggota KPU Kabupaten Mamberamo Tengah Kordiv Hukum dan Pengawasan)  

Pemilih Rasional: Fondasi Pemilu Demokratis dan Berintegritas

Pemilih rasional adalah salah satu pilar penting dalam penyelenggaraan pemilu yang berkualitas. Dalam konteks demokrasi modern, kehadiran dari pemilih yang mampu menilai informasi secara objektif, mempertimbangkan rekam jejak calon, dan memilih berdasarkan kepentingan jangka panjang bangsa menjadi faktor penentu keberhasilan proses politik. Pemerintah, penyelenggara pemilu, dan seluruh elemen masyarakat memiliki peran strategis untuk mendorong lahirnya pemilih rasional yang kritis, cerdas, serta mampu mengambil keputusan politik secara mandiri tanpa tekanan dan pengaruh negatif. Sederhananya, pemilih rasional adalah pemilih yang menggunakan akal sehat, data, dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dalam menentukan pilihannya. Mereka tidak mudah dipengaruhi berita simpang siur, politik uang, ujaran kebencian, ataupun propaganda yang menjerumuskan. Pemilih rasional menilai setiap calon atau partai politik berdasarkan visi, misi, program kerja, integritas, serta rekam jejak. Dengan demikian, keputusan politik mereka bukan sekadar respons emosional, tetapi hasil pertimbangan logis yang diarahkan pada tercapainya kesejahteraan masyarakat. Pemilih Rasional di Era Digital Pada era digitalisasi saat ini, tantangan terhadap rasionalitas pemilih semakin kompleks. Informasi beredar sangat cepat melalui berbagai platform, termasuk media sosial, yang tidak jarang menjadi ruang penyebaran disinformasi. Banyak pemilih yang menerima informasi tanpa verifikasi, sehingga opini publik mudah terbentuk oleh narasi yang tidak sepenuhnya benar. Oleh karena itu, pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu memperkuat literasi digital serta memberikan akses informasi resmi yang akurat dan mudah dipahami oleh masyarakat. Untuk menjadi pemilih rasional, terdapat beberapa indikator penting yang dapat dijadikan pedoman. Pertama, pemilih perlu memahami profil dan rekam jejak calon atau partai politik. Pemerintah dan lembaga penyelenggara pemilu harus menyediakan data terbuka mengenai latar belakang calon, kinerja, serta program yang ditawarkan agar masyarakat dapat melakukan penilaian objektif. Kedua, pemilih harus mampu menganalisis program kerja secara realistis, termasuk melihat kesesuaian antara janji politik dengan kebutuhan daerah. Ketiga, pemilih rasional mempertimbangkan dampak jangka panjang, bukan hanya keuntungan instan atau kepentingan kelompok tertentu. Selain itu, pemilih rasional memiliki kemampuan untuk membedakan informasi valid dan informasi yang kurang valid. Dengan meningkatnya penggunaan media digital, masyarakat perlu dibekali dengan edukasi untuk memverifikasi berita sebelum membagikannya. Pemerintah dapat mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam memerangi berita palsu serta memperkuat kerja sama dengan lembaga pemeriksa fakta. Lingkungan informasi yang sehat merupakan prasyarat terbentuknya pemilih yang cerdas dan kritis. Pemilih rasional juga dikenal memiliki orientasi kepentingan publik. Mereka menilai calon berdasarkan kemampuan memimpin, integritas, dan kontribusi nyata dalam pembangunan daerah maupun nasional. Proses pemilihan tidak dijadikan ajang transaksional, melainkan bentuk partisipasi aktif untuk menentukan arah masa depan bangsa. Dengan demikian, semakin banyak pemilih rasional, semakin besar pula peluang munculnya pemimpin berkualitas. Kolaborasi untuk Pemilih Rasional Upaya pembentukan pemilih rasional membutuhkan kolaborasi multipihak. Pemerintah daerah dan pusat dapat menyelenggarakan program pendidikan politik yang berbasis data dan berkelanjutan. Lembaga pendidikan dapat mengintegrasikan materi literasi politik dan digital untuk meningkatkan kesadaran generasi muda. Media massa diharapkan tetap menjaga kode etik jurnalistik, sehingga informasi yang disampaikan tidak memicu polarisasi. Penyelenggara pemilu seperti KPU berperan menyediakan regulasi dan layanan informasi yang transparan, akurat, dan mudah diakses. Selain edukasi, perlu adanya penguatan peran masyarakat sipil dalam meningkatkan kualitas pemilih. Organisasi masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dan kelompok pemuda dapat menjadi mitra penting dalam menyebarkan informasi netral dan mudah dipahami. Pendekatan ini efektif terutama di daerah yang memiliki keterbatasan akses internet atau tingkat literasi yang masih rendah. Dibutuhkan strategi komunikasi publik yang inklusif agar seluruh kelompok masyarakat dapat memahami pentingnya bersikap rasional dalam menggunakan hak pilih. Mendorong hadirnya pemilih rasional adalah investasi jangka panjang bagi demokrasi Indonesia. Pemilu yang diikuti oleh pemilih rasional akan menghasilkan pemimpin yang memiliki kejelasan program, kemampuan manajerial, serta komitmen terhadap penegakan integritas. Kontribusi mereka bukan hanya pada proses pemungutan suara, tetapi juga dalam mengawasi pelaksanaan program pemerintah pasca-pemilu. Masyarakat yang rasional cenderung lebih kritis terhadap kebijakan publik sehingga mendorong pemerintah untuk bekerja lebih transparan, akuntabel, dan responsif. Secara keseluruhan, pemilih rasional merupakan elemen pokok dalam memperkuat sistem demokrasi. Kehadiran mereka tidak hanya meningkatkan kualitas pemilu, tetapi juga memastikan bahwa setiap keputusan politik benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat luas. Dengan kerja sama antara pemerintah, penyelenggara pemilu, media, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil, ekosistem demokrasi yang sehat dan berintegritas dapat tercapai. Baca juga: Mengenal dan Memahami Literasi Digital di Era Serba Modern

Demokrasi Indonesia Dan Tantangan Di Era Modern

Perkembangan demokrasi di Indonesia merupakan sebuah prestasi besar bangsa Indonesia dalam melalui perjalanan perjuangan dan tempaan sejarah dan politik. Sebagai negara yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia menempatkan kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dalam sistem pemerintahnya. Namun, saat ini yang terjadi adalah tantangan demokrasi di era modern. Simak Masa Depan Demokrasi Indonesia: Peluang Atau Goncangan Demokrasi. Perjalanan demokrasi di Indonesia dari masa ke masa adalah bentuk keteguhan rakyat dalam menjaga dan merawatnya. Akan tetapi, saat ini tantangan baru muncul di era modern dengan tuntutan digitalisasi dan globalisasi yang berkembang begitu pesat. Perubahan pola hidup dan nilai sosial yang ada dalam masyarakat tentunya mengubah cara pandang dan bentuk partisipasi dari masyarakat terhadap demokrasi. Pemerintah dalam pengambilan keputusan tentunya berdasarkan pada perkembangan yang ada dalam masyarakat. Dengan memperhatikan pola perkembangan dunia internasional yang banyak terjadi konflik antar negara dan tekanan ekonomi serta politik global yang tidak menentu. Lantas bagaimana demokrasi di era modern ini akan berjalan, dengan tantangan global yang semakin kompleks. Mari kita ulas secara baik dan dengan berbagai sudut pandang untuk mengetahui tantangan demokrasi Indonesia di era modern. Pengertian dan Makna Demokrasi Indonesia Secara singkat, demokrasi adalah pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Di Indonesia sendiri demokrasi dijalankan dengan prinsip dan nilai yang sesuai dengan karakter bangsa. Bukan soal kebebasan yang terjadi di dunia barat, namun kebebasan yang bermartabat dan sesuai dengan nilai luhur Pancasila. Demokrasi Indonesia mempunyai karakteristik tersendiri, dengan berlandaskan sila Pancasila maka harapan dan cita-cita luhur bangsa dapat terwujud. Rakyat sebagai pemegang kekuasaan dengan haknya dapat bermusyawarah untuk menentukan arah bangsa kedepan. Selain itu berbagai Demokrasi tidak hanya berkutat pada aspek politik, namun sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yakni gotong royong, musyawarah dan kemanusiaan.  Dengan kekuasaan tetap ada di tangan rakyat yang kemudian dimandatkan kepada pemangku kekuasaan, maka rakyat mempunyai kontrol penuh terhadap pemerintahan itu sendiri. Selengkapnya di Arti Demokrasi Dalam Kehidupan Berbangsa: Tujuan, Makna Dan Sejarah. Nilai-Nilai Demokrasi Indonesia Berpijak pada nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, demokrasi di Indonesia berprinsip pada kedaulatan rakyat. Berikut adalah nilai yang ada dalam demokrasi Indonesia: Kedaulatan Rakyat: Rakyat merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara dan mempunyai kewenangan penuh terhadap kontrol atas penyelenggaraan negara dan pengambilan keputusan. Kebebasan dan kewajiban: Setiap warga negara memiliki kebebasan dalam berpendapat dan berekspresi, akan tetapi wajib diperhatikan tentang kewajiban moral, sosial dan ketentuan hukum. Persatuan dan Toleransi: Sikap toleransi dan menjaga persatuan adalah upaya dalam menjaga keutuhan bangsa, Rakyat Indonesia harus terus menjaga kesatuan dan menghargai berbagai perbedaan. Musyawarah dan Mufakat: Pengambilan keputusan hendaknya dilakukan dengan musyawarah dan mufakat guna melihat berbagai sudut pandang atas keberagaman yang ada di Indonesia. Keadilan Sosial: Demokrasi di Indonesia menuntut bahwa keberpihakan terhadap rakyat tentang keadilan adalah utama. Tidak hanya tentang politik, namun kesejahteraan rakyat perlu menjadi perhatian serius pemerintah. Beberapa nilai demokrasi Indonesia diatas adalah bentuk nilai Pancasila yang diambil dari karakter bangsa Indonesia. Kemudian apakah demokrasi Indonesia mengarungi tantangan di era modern? Tantangan Demokrasi Indonesia di Era Modern Demokrasi di era modern mempunyai tantangan tersendiri. berbagai masalah yang semakin kompleks menyebabkan demokrasi Indonesia dihadapkan dengan tantangan baru, berikut diantaranya: Konflik Horizontal Di era keterbukaan informasi, perbedaan pandangan politik menjadi masalah utama dalam demokrasi. Media sosial yang digunakan sebagai penggiringan opini, ujaran kebencian dan berita bohong menyebabkan masyarakat mudah terpecah belah. Framing media yang menonjolkan aspek negatif juga mengakibatkan polarisasi yang terjadi di berbagai lapisan masyarakat. Dengan berbagai isu dan opini buruk mengakibatkan konflik horizontal yang berkepanjangan. Selain itu hal ini dapat menurunkan kualitas demokrasi Indonesia yang didasarkan pada semangat gotong royong dan musyawarah serta mufakat. Ketidaksetaraan Akses Informasi Kita ketahui bersama bahwa Indonesia memiliki luas wilayah yang begitu besar. Tentunya terdapat beberapa wilayah yang minim bahkan belum mendapat akses internet yang baik. Oleh karena itu, tantangan demokrasi selanjutnya adalah kesetaraan akses informasi. Di kota besar masyarakat bisa saja mendapat informasi secara cepat dan 24 jam, namun bagi masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil akses informasi melalui media digital cukup menjadi kendala. Mengingkat pemerataan pembangunan sarana prasarana untuk menunjang akses internet belum merata. hal ini menjadi salah satu faktor disinformasi yang seringkali kita jumpai di era saat ini dan dapat menghambat demokrasi di Indonesia. Praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) Perlu kita ketahui, KKN merupakan masalah yang besar dalam kehidupan demokrasi Indonesia. Masalah akut yang tidak kunjung selesai ini telah mencederai proses demokrasi dari dulu hingga saat ini. praktik ini telah menghambat berbagai pembangunan dan kedaulatan rakyat. Selain itu, praktik yang dilakukan oleh pejabat negara ini terjadi di level pusat hingga daerah, sehingga rakyat menjadi kehilangan kepercayaan oleh pengelola negara dan mengakibatkan stabilitas politik menurun. Demokrasi yang dilandaskan pada amanah rakyat kepada pejabat seketika dikhianati oleh KKN yang merusak moral dan nilai bangsa Indonesia. Tingkat Kesadaran Politik Masyarakat yang Rendah Sebagian besar masyarakat saat ini memandang politik menjadi apatis. Hal ini disebabkan oleh perilaku orang yang menggunakan politik sebagai permainan kotor yang digunakan untuk mencapai kekuasaan tanpa mengedepankan kepentingan umum. Dampaknya adalah partisipasi masyarakat terhadap demokrasi dalam rangka memberikan kontrol publik menurun.   Rakyat yang seharusnya menjadi aktor dan memberikan partisipasi yang tinggi, kini menjadi muak dan meninggalkan perbincangan tentang ide gagasan pembangunan bangsa kedepan. Kesadaran politik perlu ditumbuhkan kembali, masyarakat tidak hanya sebagai objek pembangunan, namun keikutsertaan masyarakat sebagai aktor pembangunan itu sendiri. Penegakan Hukum Demokrasi sangat bergantung pada pilar supremasi hukum. Dengan prinsip kesetaraan di depan hukum, penegakan hukum yang adil dan menghindarkan kesewenang-wenangan, membuat demokrasi dapat berjalan dengan baik. Sehingga menghindarkan ketimpangan dan status sosial menjadi dasar atas penghukuman. Namun, hukum dan keadilan masih menjadi perbincangan yang tak berujung. Berbagai kasus besar yang merugikan negara justru mendapat hukuman yang tidak setimpal atas perbuatannya. Proses penegakan hukum yang masih lemah ini menjadi celah pelanggaran hukum di Indonesia. Tantangan Teknologi dan Globalisasi Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat. Hal ini tentunya mempengaruhi bentuk partisipasi rakyat dalam demokrasi. Penggunaan media sosial yang tinggi sebagai bentuk aspirasi rakyat dan menyuarakan pendapat seringkali menjadi masalah. Kemajuan zaman yang semakin menuntut manusia untuk mengakses dunia digital membuat masyarakat yang lamban dan kurang adaptif terhadap perkembangan teknologi menjadi tertinggal. Akibatnya adalah arus informasi yang kurang merata dan tidak terjangkau, kemudahan yang didapat oleh digitalisasi sangat membantu. Namun, bagi masyarakat yang mempunyai kendala atas akses tersebut akan menjadikan masalah terhadap demokrasi Indonesia. Kemajuan teknologi membawa pengaruh besar terhadap cara rakyat berpartisipasi dalam demokrasi. Arus globalisasi yang semakin cepat menjadi tantangan lain. Pertukaran budaya dan nilai demokrasi liberal yang tidak sesuai dengan karakter dan nilai bangsa juga dapat mengubah pola kehidupan sosial masyarakat yang berdampak pula kepada kehidupan demokrasi Indonesia. Langkah Penguatan Demokrasi di Era Modern Berbagai tantangan telah muncul, oleh karena itu perlu pengambilan langkah yang tepat dalam menghadapi tantangan demokrasi di era modern, diantaranya sebagai berikut: Meningkatkan Kualitas Pendidikan Politik Pendidikan politik dapat menjadi solusi tantangan demokrasi, dengan memberikan pengetahuan tentang pentingnya politik sebagai alat kemajuan bangsa. Maka, warga negara akan memahami tentang hak dan kewajiban yang harus dilakukan serta meningkatkan kontribusi terhadap kemajuan bangsa. Membangun Etika Politik Pimpinan politik perlu memberikan pemahaman etika tentang politik kepada kader dan masyarakatnya. Dengan mengedepankan kejujuran, tanggung jawab, rasa malu dan bekerja untuk rakyat. Maka sikap dan perilaku yang sering mencederai nurani rakyat dapat terhindarkan, sehingga kepercayaan publik akan meningkat dan demokrasi menjadi lebih berkualitas. Supremasi Hukum Hukum yang bebas dan buka sebagai nilai tukar menjadi hal yang sangat penting. Perbuatan melanggar hukum yang dapat merugikan negara hendaklah diberikan hukuman yang sesuai. Sistem penegakan hukum yang berbasis kepada keadilan perlu ditegakkan, sehingga hukum menjadi sarana rakyat mencari keadilan bukan menjadi alat kekuasaan. Penguatan Pers dan Lembaga Independen Pers berperan penting dalam perkembangan demokrasi. Informasi yang dimuat dalam berbagai media dapat mencerahkan masyarakat dan memberikan arus informasi yang baik bagi masyarakat. Selain itu, pers juga berperan sebagai media edukasi politik dengan tujuan mendorong kesadaran dan partisipasi politik agar masyarakat lebih kritis terhadap pemerintah. Mendorong Partisipasi Rakyat yang Konstruktif Partisipasi rakyat tidak hanya berlangsung saat pemilu. Namun, partisipasi yang dibangun secara konstruktif dan terencana dengan baik dimana menempatkan rakyat sebagai aktor pembangunan sangatlah baik. Partisipasi aktif masyarakat dapat memberikan kemajuan terhadap demokrasi di era modern. Demokrasi Indonesia di era modern memang mempunyai berbagai tantangan, baik tantangan dari dalam maupun luar negeri. Akan tepati semua itu tergantung bagaimana kita bersikap. Apakah Indonesia akan larut dalam belenggu hambatan tersebut, atau dapat memaksimalkan berbagai kemudahan di era modern untuk berkembang, maju dan meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia.

Menatap Masa Depan Demokrasi Indonesia: Peluang atau Guncangan Demokrasi

Demokrasi di Indonesia bukan sekedar sebuah sistem pemerintahan, dinamika perjalanan demokrasi yang dihasilkan dari buah pemikiran dan disesuaikan dengan karakter bangsa yang berlandaskan Pancasila merupakan suatu perjuangan yang tidak mudah. Dimulai dari era perjuangan kemerdekaan, otoritarianisme hingga reformasi merupakan perjalanan panjang demokrasi di Indonesia. Dua dekade reformasi, menjadi renungan kita bersama apakah demokrasi telah berjalan seperti yang dicanangkan? Reformasi yang menandai lahirnya kembali kedaulatan rakyat membuka kran demokrasi yang selama masa Orde Baru disumbat dengan berbagai tindakan represi kepada rakyat. Lantas, bagaimana demokrasi di masa depan apakah masih relevan dengan kondisi sosial masyarakat saat ini. Apakah rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi telah terlibat aktif dalam pembangunan bangsa, demokrasi yang secara sistem telah matang dan berkeadilan? Atau justru terjadi penurunan kualitas demokrasi pasca reformasi? baca juga Demokrasi Indonesia Dan Tantangan Di Era Modern. Untuk menjawab ini, mari kita bahas tentang masa depan demokrasi di Indonesia dan langkah strategis dalam penguatan demokrasi di masa depan. Demokrasi dalam Konteks Indonesia Demokrasi kita ketahui bersama yakni meletakkan kekuasaan di tangan rakyat. Namun dalam konteks yang ada di Indonesia, Pancasila merupakan landasan utama dalam sistem demokrasi itu sendiri. Nilai-nilai Pancasila seperti halnya religius, persatuan, kemanusiaan, keadilan sosial dan kesejahteraan merupakan cita-cita yang akan dicapai dengan sistem demokrasi di Indonesia. Selain itu, dengan nilai gotong royong serta pengambilan keputusan secara musyawarah dan mufakat merupakan bentuk lain dari demokrasi deliberatif dimana melibatkan rakyat dalam proses pembangunan dengan konsensus yang hadir melalui diskusi, dialog dan pertukaran argumen mengenai ide gagasan ke depan. Maka idealnya demokrasi yang dibangun di Indonesia merupakan upaya melibatkan masyarakat dengan partisipasi aktif dan kolaboratif. Sehingga berbagai keputusan yang diambil oleh pemerintah berdasarkan pada kehendak dan keberpihakan kepada rakyat. Juga, keterlibatan masyarakat tidak hanya pada saat Pemilu, namun pada kontrol sosial dan aspirasi yang disampaikan kepada pemerintah. Simak juga Demokrasi di Indonesia: Bentuk Perjuangan Kedaulatan Rakyat. Kondisi Terkini Demokrasi Indonesia Melalui reformasi, kini Indonesia telah berhasil menciptakan sistem politik yang lebih terbuka. Secara umum, demokrasi yang lahir dari perjuangan reformasi telah menciptakan sirkulasi kepemimpinan melalui Pemilu. Selain itu hak dan kebebasan berpendapat dimuka umum, kebebasan pers dan kebebasan hak masyarakat sipil semakin dilindungi. Desentralisasi pemerintahan juga merupakan bagian dari capaian reformasi. Dengan memberikan keluasan daerah akan memberikan ruang dalam berkembang dan memunculkan potensi daerah melalui otonomi daerah. Juga, penegakan HAM dan penghapusan dwifungsi ABRI telah dilakukan demi mendorong kebebasan hak masyarakat sipil. Baca artikel Arti Demokrasi Dalam Kehidupan Berbangsa: Tujuan, Makna Dan Sejarah. Menatap Masa Depan: Peluang Besar Kemajuan Demokrasi Indonesia Peluang besar menjadi keuntungan bagi Indonesia dalam menjalankan demokrasi di masa mendatang, berikut adalah beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan dalam keberlangsungan demokrasi Indonesia: Bonus Demografi dan Peran Generasi Muda Dilansir dari Badan Riset dan inovasi Nasional (BRIN), pada Tahun 2045 Indonesia mengalami bonus demografi sebanyak 60% penduduk akan didominasi usia dibawah 30 Tahun. Artinya, jumlah penduduk dengan usia produktif dan terpelajar akan lebih besar dibandingkan dengan sebelumnya. Hal ini merupakan berita baik apabila dapat dikelola dengan maksimal, namun disisi lain akan menjadi suatu bencana bila bonus demografi tidak dikelola dengan baik. Generasi muda yang notabene memiliki tingkat pendidikan dan pengetahuan yang baik diharapkan dapat memberikan partisipasi aktif dalam demokrasi. Dengan berbagai bidang keahlian dan pengetahuan digital yang cukup, generasi ini dapat menjadi kader kepemimpinan dengan pola dan gaya yang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun, agar bonus demografi tersebut dapat dimaksimalkan dengan baik, perlu melakukan langkah strategis guna mendukung generasi muda di Tahun 2045. Melalui pendidikan, penguatan hak sipil, pengembangan teknologi, sistem hukum, penguatan budaya demokrasi dan stabilitas ekonomi akan menciptakan suasana demokrasi yang baik dan menunjang bonus demografi di masa mendatang. Pengembangan Teknologi Digital Di era modern ini, pengembangan teknologi digital sangatlah penting untuk keberlangsungan demokrasi. Dengan digitalisasi diberbagai sektor publik akan memberikan kemudahan akses informasi dan pelaporan secara kolektif akan memberikan keterbukaan informasi dan data yang partisipasi melalui media digital oleh masyarakat. Keterbukaan data dan informasi ini akan mendorong masyarakat untuk mengawasi kinerja pemerintah dan lembaga negara secara kritis. Dengan digitalisasi sistem pemerintahan, masyarakat sebagai penerima layanan dan pihak kontrol sosial akan mudah dalam menerima akses layanan tersebut. Partisipasi demokrasi juga akan tumbuh dengan adanya sistem yang terbuka, transparan, akuntabel dan askes yang mudah. Masyarakat secara kolektif atau individu akan menyampaikan kritik dengan mudah bila terjadi dugaan penyelewengan kekuasaan. Dengan ini maka tingkat kepercayaan publik juga akan meningkat, kasak-kusuk yang sering timbul dalam penyelenggaraan negara akan terhindarkan dengan adanya kontrol sosial dari masyarakat sipil. Penguatan Demokrasi Lokal Otonomi daerah yang merupakan cita-cita reformasi adalah upaya menghapus pemerintahan yang sentralistik. Dengan memberikan kekuasaan daerah dalam mengembangkan potensi dan pemanfaatan berbagai sumber daya yang dimiliki, masyarakat sipil dapat berpartisipasi aktif dalam membangun daerah, Desentralisasi membuka peluang bagi putra daerah untuk tampil dalam kancah politik lokal maupun nasional. Melalui berbagai kemampuan dan bidang keahlian dapat mewujudkan iklim demokrasi yang responsif terhadap kendala yang dihadapi oleh masyarakat. Apabila peluang dan inovasi tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka kualitas demokrasi tingkat lokal hingga nasional akan berkualitas.  Peran Aktif Masyarakat Sipil Masyarakat sipil merupakan ruh dan jantung demokrasi. Peranan yang besar dalam pengembangan demokrasi sebagai jembatan antara negara dan warga negara. Masyarakat sipil mempunyai peran aktif dalam melakukan pengawasan, fungsi kontrol kebijakan publik, partisipasi dan upaya meningkatkan pendidikan politik kepada masyarakat. Masyarakat sipil sebagai pendorong perubahan akan memastikan penyelenggaraan negara berjalan dengan baik melalui peran yang mereka miliki. Berbagai kelompok maupun organisasi independen akan turut serta dalam proses politik, kontribusi dalam pengambilan kebijakan dan memastikan hak warga negara terlindungi. Dalam arti masyarakat sipil akan menjembatani antara kebutuhan masyarakat dengan kebijakan pemerintah. Untuk memahami lebih mendalam baca juga Demokrasi di Indonesia: Bentuk Perjuangan Kedaulatan Rakyat. Selain itu, dalam demokrasi masyarakat sipil berkontribusi terhadap pemberdayaan masyarakat. Kita ketahui bersama bahwa masih banyak warga negara yang tidak mempunyai akses terhadap hukum, ekonomi dan politik, sehingga masyarakat sipil akan hadir untuk melakukan bantuan dan pendampingan kepada masyarakat yang terpinggirkan, sehingga perwujudan demokrasi dalam masyarakat yang berada di lapisan akar rumput sosial akan tercipta dengan mendapatkan akses yang setara melalui pemberdayaan yang dilakukan oleh masyarakat sipil tersebut. Upaya Membangun Demokrasi yang Bermartabat Upaya membangun demokrasi yang bermartabat merupakan langkah strategis kedepan dalam menciptakan iklim demokrasi yang baik. melalui beberapa langkah ini akan berdampak pada penguatan demokrasi, berikut diantaranya: Pendidikan dan Literasi Publik Pendidikan politik perlu ditanamkan sejak dini, warga negara dalam demokrasi mempunyai peranan penting. Oleh karena itu, pendidikan politik dasar tentang hak dan kewajiban warga negara hendaklah ditanamkan baik melalui sekolah, universitas, komunitas maupun media sosial. Hal ini penting agar masyarakat tidak lagi terbelenggu dalam kebutaan terkait politik. Stigma dan label politik kotor yang telah beredar dapat dicerahkan dengan pendidikan dan literasi politik yang baik. Ini merupakan tanggungjawab bersama tidak hanya pemerintah namun kontribusi aktif dari masyarakat juga perlu dilakukan dalam upaya membagun demokrasi. Reformasi Partai Politik Partai politik mempunyai andil besar dalam pembangunan demokrasi. Melalui partai politik, kader calon pemimpin dilahirkan. Setiap partai mempunyai ideologi dan gagasan tentang demokrasi dan kehidupan bernegara. Oleh karena itu, proses pengkaderan perlu dilakukan dengan baik dan menanamkan etika serta moral Pancasila. Meskipun kita ketahui bersama, partai politik seringkali hanya digunakan sebagai mesin elektoral. Ideologi, cita-cita dan tujuan partai politik menjadi kabur dengan hanya berorientasi pada kemenangan dalam proses elektoral. Cerminan partai politik sebagai lembaga demokrasi yang menyalurkan aspirasi rakyat akhirnya lambat laun akan hilang. Supremasi Hukum dan Penguatan Lembaga Penegak Hukum Dua pilar penting demokrasi adalah supremasi hukum dan lembaga penegak hukum. Dengan supremasi hukum berarti hukum sebagai norma tertinggi dan mengikat semua, baik itu pemangku kekuasaan maupun warga negara. Sedangkan upaya penguatan lembaga penegak hukum bertujuan memastikan institusi pengadilan, kejaksaan dan kepolisian dapat melakukan tugas penegakan sesuai dengan aturan, independen, transparan, adil, berorientasi pada HAM dan profesional. Melalui supremasi hukum dan penegakan hukum yang adil, maka demokrasi akan berkembang dengan baik. Tidak ada penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan, dengan upaya ini dapat menciptakan kepercayaan publik dan stabilitas politik yang mendukung sistem demokrasi di Indonesia. Implementasi Nilai Pancasila Pancasila merupakan pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, saat ini Pancasila hanya sebagai simbol dan bukan lagi pegangan moral dalam melakukan tindakan yang menyangkut hajat hidup warga negara. Nilai yang terkandung dalam Pancasila wajib diimplementasikan dalam sistem demokrasi. Dengan gotong royong, menjaga keadilan dan musyawarah. Semua pihak perlu membangun dialog dalam menciptakan sistem demokrasi yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila sebagaimana menjadi pandangan hidup bangsa. Demokrasi Berbasis Etika dan Moral Demokrasi di Indonesia wajib memegang teguh etika dan moral. Dengan prinsip keadilan, kejujuran, empati dan integritas menjadi dasar pengambilan kebijakan dan partisipasi politik. Hal ini penting untuk menciptakan iklim demokrasi yang sehat, berbagai kecurangan dan pelanggaran atas proses demokrasi selain sistem yang lemah adalah turunnya etika dan moral. Dengan etika dan moral akan tercipta siklus kepemimpinan yang berintegritas, penegakan HAM dan partisipasi yang berkualitas. Perilaku yang melanggar norma akan hilang dan proses penyampaian aspirasi juga akan lebih baik dalam demokrasi yang berbasis pada etika dan moral. Menatap masa depan demokrasi Indonesia adalah upaya mengatasi dan merefleksi berbagai peluang dan hambatan yang harus dapat diselesaikan dengan langkah yang tepat. Seperti halnya bangunan, demokrasi akan tetap berdiri bila struktur penyangga itu sendiri kuat dan terus dilakukan perawatan.

Arti Demokrasi Dalam Kehidupan Berbangsa: Tujuan, Makna Dan Sejarah

Demokrasi adalah sebuah sistem pemerintahan yang meletakkan kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Dengan ini warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam berpartisipasi dalam politik baik itu pemilihan maupun pengambilan kebijakan dan penyampaian pendapat. Sistem demokrasi tidak berkutat pada pemilihan dan proses elektoral, namun masing-masing mempunyai peranan dalam kehidupan bernegara. Rakyat sebagai pemberi mandat kepemimpinan kepada pejabat melakukan pengawasan dan kontrol sosial atas kebijakan yang diambil dalam pemerintahan. Dengan fungsi sebagai pengawas, penyelenggaraan pemerintahan dapat terkontrol, demokrasi juga menuntut etika dan moral sebagai landasan agar berjalan dengan bermartabat. Masih menjadi kebingungan di tengah-tengah masyarakat tentang demokrasi dan tujuan bagi individu maupun masyarakat. Oleh karena itu mari kita uraikan tentang apa itu demokrasi dan tujuan bagi masyarakat. Pengertian Demokrasi Demokrasi secara epistemologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti demos adalah rakyat dan kratos adalah kekuasaan. Jadi dapat disimpulkan adalah “kekuasaan Rakyat”. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) demokrasi adalah sistem pemerintah yang menjamin keterlibatan rakyat dalam pemerintahan melalui bentuk perwakilan. Demokrasi juga menghendaki ide dan gagasan tentang kesamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi setiap warga negara. Sistem demokrasi muncul di angkasa pemikiran abad ke-5 pada peradaban Yunani Kuno. Pada penerapannya di Athena, warga negara khususnya laki-laki dewasa mempunyai hak langsung dalam menentukan kebijakan pemerintahan. Para ahli juga menyampaikan dan mendefinisikan demokrasi menjadi beberapa makna, namun tujuan dari demokrasi tetap sama. Adapun tokoh pemikir tersebut adalah: Abraham Lincoln: Demokrasi adalah “Pemerintahan dari rakyat, Oleh rakyat dan Untuk rakyat.” Joseph Schumpeter: Demokrasi adalah sistem politik dimana individu mendapat kekuasaan untuk membuat suatu keputusan melalui kompetisi yang bebas dan adil. Montesquieu: Demokrasi adalah pemerintahan dimana rakyat baik langsung maupun dengan sistem perwakilan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi. C.F. Strong: Demokrasi merupakan sistem pemerintahan dimana sebagian besar warga negara berpartisipasi dalam pemerintahan melalui perwakilan yang dipilih secara bebas. Dapat kita pahami, beberapa pandangan dan definisi demokrasi dapat disimpulkan bahwa demokrasi merupakan upaya rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam melakukan penyelenggaraan negara baik langsung maupun perwakilan secara terbuka, partisipatif dan berkeadilan. Sejarah Perkembangan Demokrasi di Dunia Perkembangan demokrasi dari masa ke masa telah berubah dengan mengikuti perkembangan zaman. Namun, perlu diketahui bahwa prinsip dasar dari demokrasi tidak akan berubah yakni kedaulatan rakyat. Berikut adalah sejarah perkembangan demokrasi: Demokrasi Yunani Kuno Sejarah mencatat bahwa perkembangan demokrasi dimulai dari Yunani tepatnya di Athena. Warga diikutkan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan, namun masih terbatas hanya kamu laki-laki yang mendapatkan hak tersebut. Pada awal demokrasi, warga laki-laki dewasa diberikan hak dalam partisipasi secara langsung dalam sidang rakyat, hak menyampaikan pendapat dan memilih pemimpin rakyat. Meskipun pada masa itu belum ada keterlibatan dari perempuan dan budak, pemikiran tentang kebebasan hak sebagai warga negara menjadi cikal bakal dan fondasi awal perkembangan demokrasi di era modern. Demokrasi Era Modern Pecahnya revolusi di beberapa negara seperti Inggris, Amerika dan Prancis didasarkan atas kemarahan rakyat kepada pemerintahan monarki absolute. Demokrasi menjadi sistem yang berbasis kedaulatan rakyat, hukum dan keadilan. Pasca revolusi, demokrasi menekankan pada perlindungan atas hak asasi manusia, kebebasan sipil dan keadilan sosial. Dari pemikiran tersebut, maka muncul bentuk demokrasi langsung dan tidak langsung.  Demokrasi modern menekankan perlindungan terhadap hak asasi manusia, keadilan sosial, dan kebebasan berpendapat. Perkembangan demokrasi di abad pertengahan ini, mendorong pembagian kekuasaan, pemimpin yang dipilih oleh rakyat dan menekankan kebebasan hak sipil serta kedaulatan rakyat. Demokrasi Era Digital Pada abad ke-21 ini, demokrasi telah melalui berbagai tantangan zaman. Saat ini demokrasi telah memasuki era digital, berbagai inovasi yang sering disebut e-democracy dimana masyarakat dengan memaksimalkan digitalisasi dan teknologi dapat menyampaikan pendapat, ekspresi maupun gagasan melalui media elektronik. Sering kita jumpai petisi, e-elektoral dan penggunaan media sosial sebagai bentuk penyampaian pendapat dan memberikan kemudahan terhadap akses kepada pemerintah. Konten media yang mendorong partisipasi politik berdampak pada meningkatnya kualitas demokrasi. Simak artikel Menatap Masa Depan Demokrasi Indonesia: Peluang atau Guncangan Demokrasi. Prinsip-Prinsip Demokrasi Kedaulatan Rakyat merupakan prinsip utama demokrasi. Kekuasaan yang dimiliki oleh rakyat dan bukan oleh segelintir orang maupun kelompok. Lantas kedaulatan rakyat apakah akan selalu terjaga? Demokrasi akan mencari jalannya sendiri selagi kesadaran masyarakat tentang politik tetap terjaga dan rakyat akan selalu menjadi pemegang kekuasan tertinggi. Hal ini diwujudkan melalui siklus elektoral yang memaksa pembatasan periode kekuasaan. Selain itu, kemampuan masyarakat sipil dalam melakukan kontrol dan pengawasan terhadap lembaga negara menjadi implementasi kedaulatan rakyat untuk mencegah pelanggaran atas mandat rakyat. Persamaan Hak dan Keadilan Sosial bagi warga negara, prinsip ini menegaskan bahawa semua warga negara mempunyai hak dan kesetaraan dalam kehidupan bernegara. Perbedaan suku, ras, agama dan golongan tidak dapat dijadikan sebagai pembatasan hak politik seseorang. Prinsip demokrasi ini juga menekankan bahwa kemajemukan suatu bangsa seperti halnya Indonesia perlu dikelola dengan baik sehingga bentuk diskriminasi maupun polarisasi dalam masyarakat dapat terhindarkan. Simak juga Demokrasi Indonesia Dan Tantangan Di Era Modern. Ciri-Ciri Negara Demokratis Pemilu yang Langsung, Umum, Bersih, Jujur, Rahasia dan Adil Hal penting dari negara demokrasi adalah Pemilu yang LUBER JURDIL. Melalui pemilu, demokrasi memaksa terjadinya sirkulasi kekuasaan. Sehingga dengan adanya pergantian kepemimpinan masyarakat dapat mempunyai hak yang sama untuk dipilih maupun memilih. Selain itu, pemilu menjadi sarana partisipasi masyarakat dalam demokrasi dan menunjukan potensi serta ide dan gagasan dalam pembangunan bangsa. Namun, pemilu yang bebas dan adil merupakan dasar kepercayaan publik dan legitimasi kekuasaan yang menjadi representasi kedaulatan rakyat. Partai Politik sebagai wadah aspirasi masyarakat Partai politik dalam sistem demokrasi memainkan peran cukup penting. Partai politik dimana lembaga yang menampung aspirasi dengan ideologi dan cita-cita dapat menjadi jembatan penghubung antara pemerintah dan rakyat. Partai politik dapat menyerap kehendak, kebutuhan dan urgensi di dalam masyarakat. Terlebih dari fungsinya sebagai wadah aspirasi, partai politik dapat menjalankan peran kontrol terhadap proses pengambilan keputusan. Juga, dalam kontestasi pemilu partai politik menjadi sarana partisipasi masyarakat dalam memberikan amanah kepada wakil rakyat dalam menentukan arah pembangunan nasional. Penyelenggaraan Pemerintahan berdasarkan kehendak rakyat Kita ketahui ciri demokrasi dimana pemerintahan dijalankan melalui kehendak rakyat adalah modal awal yang harus dilakukan. Dalam arti lain, segala kebijakan yang diambil oleh pemerintah merupakan kehendak dan berpihak kepada rakyat. Pejabat pemerintah yang terpilih atas kehendak rakyat saat mengambil kebijakan perlu berpihak dan sesuai kehendak rakyat. Hal ini sebagai bentuk keadilan sosial yang menaruh kepentingan umum dan keberpihakan kepada masyarakat adalah hal mutlak yang menjadi pedoman pemerintahan. Keuntungan segelintir orang dan oligarki dapat mencederai demokrasi. Adanya Konstitusi yang mengatur penyelenggaraan negara Ciri-ciri negara demokrasi selanjutnya adalah adanya konstitusi atau undang-undang dasar yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan negara. Dengan konstitusi sebagai hukum tertulis segala bentuk tindakan yang diambil oleh pemerintah harus berdasarkan hukum yang berlaku. Konstitusi berfungsi sebagai sumber hukum dan sebagai alat pembatasan kewenangan kekuasaan. Dengan konstitusi, perlindungan HAM, pembagian kekuasaan, batasan kekuasaan pemerintah, dan perlindungan hak sipil terjaga dan segala bentuk pelanggaran terhadap konstitusi akan berdampak hukum. Bentuk kedaulatan dengan mandat melalui sistem perwakilan Dalam praktek nyata demokrasi, rakyat memberikan mandat kepada lembaga legislatif sebagai bentuk keterwakilan rakyat dan bentuk kedaulatan rakyat dalam pengambilan keputusan dan kebijakan publik. Oleh sebab itu, sistem perwakilan ini menempatkan para pejabat legislatif mempunyai tugas diantaranya yaitu pengawasan, pembuatan undang-undang dan kontrol atas kebijakan yang diambil oleh lembaga eksekutif atau pemerintah. Adanya pembagian kekuasaan Pembagian kekuasaan seperti pendapat ahli tentang trias politika, merupakan bentuk mitigasi atas penyalahgunaan kekuasaan. Demokrasi memaksa pembatasan kekuasaan dengan menerapkan pembagian kekuasaan. Prinsip pembagian kekuasaan diungkapkan oleh Montesquieu dan terdiri atas tiga pilar utama: Legislatif: Menyusun dan mengesahkan undang-undang bersama Presiden, pengawasan penyelenggaraan pemerintahan dan menetapkan anggaran yang disusun pemerintah. Eksekutif: Melaksanakan amanah undang-undang, membina hubungan luar negeri dan melaksanakan kebijakan publik. Yudikatif: Melaksanakan penegakan hukum, mengawasi pelaksanaan penegakan hukum dan memastikan keadilan. Sejarah Demokrasi di Indonesia Demokrasi di Indonesia telah berjalan dari masa ke masa. Sejarah panjang demokrasi di Indonesia merupakan bentuk pendewasaan kehidupan bernegara. Dari sejak awal kemerdekaan sampai dengan era reformasi. Berikut fase demokrasi Indonesia: Demokrasi Parlementer (1950–1959): Munculnya kebebasan politik dengan ditandai lahirnya berbagai partai politik yang berkembang. Namun, konflik antar partai politik membuat stabilitas politik menurun dan perubahan kabinet sering terjadi. Demokrasi Terpimpin (1959–1965): Sebagai bentuk stabilitas politik masa Orde Lama, Presiden Soekarno mengambil kekuasaan tunggal. Hal itu ditandai dengan keinginan sebagai presiden seumur hidup, namun ditolak oleh tokoh nasional saat itu. Dengan keinginan tersebut, dianggap mencederai kebebasan hak sipil dan demokrasi. Demokrasi Pancasila (Orde Baru): Babak baru demokrasi hadir dengan memperkenalkan demokrasi Pancasila dengan menerapkan nilai Pancasila. Namun, pemerintah Orde Baru mengindahkan demokrasi itu sendiri, terjadinya reformasi merupakan puncak keresahan rakyat atas penyelenggaraan pemerintahan yang otoritarianisme. Demokrasi Reformasi (1998–sekarang): Masyarakat mendapat kebebasan hak sipil dengan bentuk pemilu yang bebas dan adil, pembatasan kekuasaan dan perlindungan HAM. Dengan terbukanya kran demokrasi, maka tercipta penguatan sistem pada lembaga legislatif dan yudikatif serta lembaga penyelenggara pemilu. Selain itu terjadi amandemen UUD 1945 dengan pemilu yang diselenggarakan secara langsung oleh rakyat. Juga, otonomi daerah dengan diterciptanya undang-undang tentang otonomi daerah yang menghapus sentralistik pada pola pemerintahan.   Perjalanan panjang demokrasi Indonesia terus mendorong keterbukaan dan partisipasi masyarakat terhadap dinamika politik. Dengan melibatkan masyarakat sebagai aktor perubahan dan peran negara sebagai pelayan publik maka pembangunan nasional dapat tercapai. Baca juga Demokrasi di Indonesia: Bentuk Perjuangan Kedaulatan Rakyat. Demokrasi merupakan suatu sistem yang digunakan untuk mencapai keadilan dan keberpihakan kepada rakyat. Demokrasi dapat berjalan baik apabila rakyat melakukan partisipasi aktif, pemerintah berpedoman pada konstitusi dan terjadinya hukum yang berkeadilan.