Wawasan Kepemiluan

Luber dan Jurdil Bukan Sekadar Asas: Inilah Cara Mewujudkannya!

Teman Pemilih perlu ketahui bahwa Pemilu berintegritas dan demokratis akan terwujud apabila asas-asas Pemilu dapat diimplementasikan dengan baik. Asas ini harus tercermin dalam setiap penyusunan Undang-Undang ataupun peraturan lain tentang Pemilu, harus menjadi pedoman masing-masing pemangku kepentingan Pemilu seperti Partai Politik, pasangan calon, calon, pemilih, penyelenggara, pemerintah, media atau oleh siapa saja yang berkaitan dengan proses Pemilu. Namun sebelum pembahasan semakin jauh, Teman Pemilih sebaiknya memahami terlebih dulu apa itu Asas Pemilu. Apa itu Asas Pemilu? Asas pemilu dapat diartikan sebagai dasar yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pemilu. Di negara kita Indonesia, asas pemilu yang digunakan adalah Luber dan Jurdil. Luber dan Jurdil sendiri adalah singkatan dari Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Asas pemilu ini tentunya menjadi sebuah pedoman untuk memastikan seluruh tahapan kepemiluan berjalan sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat serta demokrasi. Teman Pemilih yang ingin tahu lebih lanjut mengenai Asas Pemilu Luber dan Jurdil beserta makna yang terkandung didalamnya, Teman Pemilih bisa baca artikel kami Pemahaman Tentang Makna Asas Pemilu : Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil. Potensi Penghambat Kebebasan dalam Memilih Segala potensi yang bisa menghambat kebebasan dan kerahasiaan masyarakat memilih harus dicegah melalui penyusunan Undang-Undang ataupun pengaturan Pemilu lainnya. Selama ini tindakan-tindakan yang menyebabkan kebebasan dan kerahasiaan itu adalah pengaruh politik uang, intimidasi aparat daerah atau karena tekanan kelompok aliran. Hal-hal ini harusnya bisa dicegah lewat aturan Pemilu yang lebih ketat. Strategi Pemilu Luber dan Jurdil Gambar di atas menjelaskan bahwa untuk mewujudkan Pemilu luber dan jurdil maka ada beberapa hal yang harus dilakukan. Yuk kita bahas satu per satu! Pastikan bahwa Pengaturan Pemilu harus berasaskan pada keadilan Undang-Undang dan pengaturan Pemilu harus bisa memastikan bahwa proses Pemilu harus berasaskan pada keadilan. Keadilan itu mencakup perlakuan yang sama terhadap peserta, penyelenggara, pemilih atau komponen masyarakat lainnya yang melibatkan diri dalam proses Pemilu. Asas adil juga mencakup tindakan-tindakan para aktor Pemilu yang diberikan kewenangan mengadili perkara-perkara Pemilu. Untuk memastikan apakah Undang-Undang atau pengaturan lainnya mengatur Pemilu luber dan jurdil maka dalam tahapan perumusan kebijakannya harus dilakukan secara profesional. Pembahasan Undang-Undang yang hanya terfokus pada pasal-pasal tertentu terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan Parpol mengakibatkan lahirnya sejumlah masalah seperti tumpang tindih baik antar pasal ataupun dengan aturan lainnya, kesulitan dalam implementasi, menimbulkan multi persepsi, serta mendorong adanya judicial review di MK. Asas Pemilu luber dan jurdil akan bermakna jika materi Undang-Undang Pemilu mengatur dan memaksa. Sehingga dalam proses penyusunannya harus berdasarkan pada kepentingan umum, bukan sebatas pada kepentingan Parpol atau elit penguasa. Dalam perumusannya harus melibatkan masyarakat. Meski kewenangan menyusun Undang-Undang adalah lembaga legislatif, namun peran masyarakat perlu difasilitasi dan dilembagakan dalam bentuk pengaturan agar lebih mengikat dalam perumusannnya. Partai Politik Harus Mempersiapkan Calon Pemimpin Berkualitas Teman Pemilih, Partai Politik juga menjadi salah satu bagian penting agar Pemilu bisa berjalan luber dan jurdil, karena berawal dari Partai Politik lah para calon pemimpin bangsa terlahir. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Parpol menjelaskan bahwa salah tugas Parpol adalah mempersiapkan calon pemimpin melalui proses rekrutmen, kaderisasi dan seleksi. Demikian juga dalam Undang-Undang Pemilu menyebutkan bahwa calon legislatif didaftarkan oleh Parpol sebagai peserta Pemilu. Tanggung jawab Parpol untuk mewujudkan asas Pemilu sangat besar. Peran Parpol dimulai pada saat pembentukan Parpol peserta Pemilu, seleksi calon hingga pengawasan terhadap calon yang berkompetisi. Apakah para pendiri memiliki cita-cita mendirikan Parpol untuk kepentingan masyarakat atau sekedar sarana merebut jabatan bagi pendirinya semata. Apakah dokumen yang dimasukkan sebagai syarat pendirian Parpol merupakan data benar atau fiktif belaka. Apakah nama-nama yang seleksi sebagai calon adalah sesuai kepentingan publik atau hanya untuk kepentingan elit Parpol. Apakah proses seleksi itu didasarkan pada kualitas calon atau karena faktor imbalan (candidate buying). Apakah Parpol membuat aturan sanksi internal untuk mencegah permainan politik uang bagi setiap calon. Apakah calon yang terpilih adalah benar-benar didasarkan karena dedikasi dan prestasinya di masyarakat atau karena dengan membeli suara (vote buying). Jika peran ini sungguh-sungguh dilakukan maka Parpol telah menjadi bagian terpenting bagi Pemilu luber dan jurdil. Pengetahuan dan Pendidikan Politik bagi Masyarakat Asas Pemilu luber dan jurdil kesemuanya mengandung unsur keterlibatan masyarakat. Masyarakat akan memilih secara langsung jika ia mengetahui bahwa hakekat Pemilu adalah sebagai sarana kedaulatan rakyat. Sebagai pemilik suara, maka rakyatlah yang paling menentukan siapa pilihannya dan tidak bisa diwakilkan pada siapapun. Kemudian dengan hak itu maka dengan kesadaran ia akan mendaftarkan dirinya sebagai pemilih. Hak politik seseorang harus disetarakan dengan kewajibannya sebagai pemilih. Kewajibannya adalah merahasiakan kepada orang lain apa yang menjadi pilihannya serta tidak memaksakan pilihannya itu untuk pilihan orang lain. Siapapun bebas menentukan pilihannya. Sehingga tidak boleh ada tindakan apapun yang menghalangi kebebasan untuk memilih sesuai keyakinan politiknya. Faktor yang sering menyebabkan masyarakat tidak adil dalam memilih karena lemahnya pengenalan pemilih terhadap calon, faktor imbalan atau karena tekanan lainnya. Teman Pemilih, untuk mendorong peran masyarakat bagi Pemilu luber dan jurdil, maka proses pendidikan politik bagi masyarakat perlu dikembangkan. Kualitas pemilihan sangat ditentukan oleh tingkat partisipasi. Partisipasi masyarakat dibentuk oleh sebuah kesadaran bersama dan kesadaran itu terbentuk oleh karena pengetahuan masyarakat. Pengetahuan masyarakat yang terbatas mengakibatkan pula Pemilu tidak berlangsung luber dan jurdil. Dengan demikian, diperlukan pendidikan politik masyarakat secara sistematis dan terarah. Pendidikan politik perlu dilakukan secara terlembaga dan terkoordinasi antara pemerintah, Parpol, LSM, Ormas, penyelenggara Pemilu atupun pihak kampus. Penyelenggara Pemilu yang Berintegritas Pasal 22 E ayat (5) pada Undang-Undang Dasar tahun 1945 menyebutkan bahwa “pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”. Sifat kemandirian baik secara struktural kelembagaan maupun individu dari masing-masing penyelenggara dimaksudkan agar dalam melaksanakan tugas atau dalam pengambilan keputusan tertentu tidak bisa diintervensi juga tidak bisa tergantung pada pihak lain dalam bertindak. Oleh karena itu penyelenggara Pemilu dipilih dari unsur masyarakat yang bukan berasal dari perwakilan struktur pemerintahan ataupun dari Parpol. Latar belakang penyelenggara seperti ini tidak berlaku seperti di sejumlah negara lain. Penyelenggara Pemilu wajib menerapkan prinsip-prinsip penyelenggara Pemilu dengan kejujuran, kemandirian, adil dan akuntabel. Kejujuran memberikan makna bahwa dalam penyelenggaraan Pemilu, penyelenggara Pemilu didasari niat untuk semata-mata terselenggaranya Pemilu sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa adanya kepentingan pribadi, kelompok atau golongan. Kemandirian bermakna bahwa dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu bebas atau menolak campur tangan dan pengaruh siapapun yang mempunyai kepentingan atas perbuatan, tindakan, keputusan dan/atau putusan yang diambil. Prinsip adil bermakna bahwa dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu menempatkan segala sesuatu sesuai hak dan kewajibannya. Sedangkan akuntabel bermakna bahwa dalam penyelenggaraan Pemilu, Penyelenggara Pemilu melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Baca juga: 4 Hal yang Membuat Asas Pemilu Harus Diterapkan, Simak Apa Saja Itu!

4 Hal yang Membuat Asas Pemilu Harus Diterapkan, Simak Apa Saja Itu!

Hai, Teman Pemilih! Sebelumnya kita sudah bahas di artikel Pemilu Tidak Luber dan Jurdil? Yuk simak apa yang terjadi di negara berikut! bahwa ada sejumlah negara yang tidak menerapkan asas luber dan jurdil. Pada artikel tersebut menjelaskan akhir yang terjadi pada negara tersebut hingga ada yang menjadi salah satu pemicu pecahnya negara tersebut. Teman Pemilih, pemilu di negara kita Indonesia tidak sepenuhnya berjalan dengan baik atau dikatakan berhasil, hal ini terjadi di Pemilu pada masa Orde Baru. Meski proses penyelenggaraannya berjalan lancar dan stabil, namun dampak dari hasil Pemilu itu belum memberikan kontribusi bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Produk Pemilu saat Orde Baru itu justru hanya melahirkan pemerintahan yang korup dan otoriter. Sebelum kita bahas lebih lanjut, Teman Pemilih perlu ketahui apa itu Luber dan Jurdil. Luber dan Jurdil adalah suatu asas yang dianut oleh negara kita Indonesia dalam melaksanakan kegiatan Pemilu. Luber dan Jurdil sendiri adalah singkatan dari Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Baiklah Teman Pemilih, tanpa basa-basi lagi yuk kita simak penjelasan berikut! Ketika Pemilu Hanya Legitimasi Kekuasaan Teman Pemilih, pada masa Orde Baru pemilu hanya dilaksanakan secara formalitas untuk melegitimasi kekuasaan. Hasil yang diperoleh sudah dirancang jauh sebelum tahapan Pemilu dimulai. Sehingga pemenang Pemilu sudah diketahui sebelum kompetisi dimulai. Pemilu tidak dilakukan secara transparan, terjadi mobilisasi pemilih termasuk pengarahan birokrasi, serta pemberlakuan proses pidana bagi yang menentang rejim yang sedang berkuasa. Benar yang dikatakan oleh Santoso dan Supriyanto (2004) bahwa tidak dapat dikatakan sebagai Pemilu yang berhasil, jika mereka terpilih melalui cara-cara yang penuh dengan pelanggaran dan kecurangan yang bertentangan dengan asas Luber dan Jurdil. Dianggap bahwa rejim Orde Baru mulai menyimpang dari proses berdemokrasi maka munculah kelompok perlawanan untuk menggulingkan rejim itu. Puncaknya terjadi pada Mei tahun 1998 dengan tumbangnya rejim orde baru dan pemerintahan Soeharto. Pergantian rejim menjadi pintu masuk bagi proses tata ulang sistem bernegara dalam berbagai bidang termasuk memperbaiki tata kelola penyelenggaran Pemilu. Pada Tahun 1999 untuk pertama kali diadakan Pemilu pasca tumbangnya pemerintahan Orde Baru. Sebagai dasar hukum pelaksanaan menggunakan UU nomor 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Dalam bab I pasal 1 UU itu menyebutkan bahwa Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pemilihan Umum diselenggarakan secara demokratis dan transparan, jujur dan adil, dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Ketentuan itu berlaku hingga saat ini yakni ketika Pemilu menggunakan UU Nomor 7 Tahun 2017 dengan asas Pemilu luber dan jurdil. Pernahkah sebelumnya terpikir di benak Teman Pemilih, kira-kira apa yang terjadi pada suatu negara jika Pemilu yang dilaksanakan tidak Luber dan Jurdil? Yuk, simak penjelasannya! Memastikan Pemilu memiliki legitimasi Teman Pemilih, komitmen untuk melaksanakan Pemilu luber dan jurdil paling tidak memiliki empat alasan. Apa saja itu? Pertama, memastikan Pemilu memiliki legitimasi. Pemilu harus memiliki kepastian hukum, kontestasi peserta, penyelenggara yang mandiri serta pelibatan dan partisipasi masyarakat. Dukungan masyarakat akan sangat tergantung pada tingkat kepercayaannya baik terhadap Pemilu itu maupun penyelenggara sebagai pelaksana Pemilu. Pemilu yang dinilai tidak memberikan dampak pada kepentingan masyarakat cenderung berpengaruh pada partisipasi masyarakat, baik dalam persiapan, proses Pemilu, pemungutan hingga rekapitulasi suara. Salah satu sebab terjadinya ketidakakuratan penyusunan daftar pemilih karena dipicu juga oleh minimnya kesadaran masyarakat dalam melapor peristiwa-peristiwa kependudukan, baik yang dialaminya maupun yang dialami kerabat terdekatnya. Demikian halnya dengan kegiatan kampanye yang dilakukan Partai Politik (Parpol). Sebagian besar masyarakat yang hadir dalam kampanye adalah masyarakat yang dimobilisasi, bukan masyarakat yang datang karena kesadaran politik. Penyebabnya bisa jadi karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap Parpol atau nama-nama calon yang diajukan Parpol. Dalam hal pengawasan partisipatif peran serta masyarakat tidaklah signifikan. Kebanyakan yang melapor adalah masyarakat yang mengalami kerugian sendiri bukan masyarakat yang memiliki kesadaran atau kepentingan menegakkan Pemilu lebih berintegritas. Rendahnya keterlibatan masyarakat dalam pengawasan partisipatif ini sangat dipengaruhi oleh ketidakpercayaan terhadap penyelenggara karena dinilainya tidak mampu mewujudkan penanganan pelanggaran Pemilu secara terbuka dan adil. Sikap ketidakpercayaan ini juga menjadi salah satu pemicu keengganan masyarakat datang ke TPS untuk memilih. Ketidakpercayaan terhadap penyelenggara dan peserta Pemilu sebagai salah satu pemicu partisipasi masyarakat menjadi tidak optimal dan akhirnya berdampak pada legitimasi Pemilu itu sendiri. Di beberapa negara, Pemilu yang tidak mendapat legitimasi oleh sebagian besar rakyatnya menjadi pemicu demonstrasi dan kerusuhan masa. Kepemimpin pemerintahan selalu terganggu akibat stabilitas negara yang tidak terkendali. Pengalaman yang sama juga terjadi di sejumlah daerah pasca Pemilu, terlebih pada saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), hasil Pilkada sering melahirkan instabilitas di masyarakat. Mencegah Terjadinya Konflik Pemilu Alasan kedua yang membuat asas pemilu luber dan jurdil harus diterapkan adalah untuk mencegah terjadinya konflik pemilu. Konflik yang terjadi di sejumlah negara sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu diakibatkan oleh pelaksana Pemilu yang dinilai tidak jujur dan adil. Pemilu dan pilkada di sejumlah daerah juga mengalami hal yang sama. Pihak penyelenggara yang terbukti bekerja tidak profesional sehingga menguntungkan pihak lain menjadi pemicu terjadinya konflik. Pihak yang merasa dirugikan berekasi dengan cara memobilisasi massa pendukungnya melakukan perlawanan. Suasana yang tak terkendali menyebabkan keonaran dan kerusuhan massa berkepanjangan. Lahirnya Pemimpin atau Politisi yang Berkualitas Setelah mencegah terjadinya konflik pemilu, alasan ketiga adalah asas Pemilu luber dan jurdil dimaksudkan agar hasil dari proses Pemilu melahirkan pemimpin atau politisi yang berkualitas. Pembiayaan Pemilu yang sangat besar dan kompetisinya menguras banyak energi diharapkan akan berdampak pada kepentingan masyarakatnya. Selama ini hasil Pemilu dianggap belum memberikan kontribusi bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat secara signifikan. Sebagian besar yang terpilih dianggap tidak cakap dan tidak memiliki kemampuan melaksanakan tugas yang diembankan baik dalam jabatan eksekutif ataupun legislatif. Hasil Pemilu semacam ini dipengaruhi oleh pelaksanaan Pemilu yang tidak dijalankan secara luber dan jurdil. Parpol tidak menyeleksi calonnya dengan baik. Kualitas calon sering diabaikan dan yang dikedepankan adalah calon yang memiliki modal dan atau juga karena kedekatan dengan penguasa penguasa politik lokal. Memang tidak ada satupun pasal dalam regulasi melarang unsur masyarakat tertentu untuk menjadi calon, namun persoalannya adalah apakah calon yang kemudian terpilih itu memiliki kapasitas atau tidak. Masyarakat yang cenderung pragmatis juga masih menjadi salah satu masalah dalam pelaksanaan pemilihan. Tidak terjaringnya masyarakat yang memiliki kapasitas dalam daftar calon oleh Parpol menjadi salah satu sebab masyarakat terpaksa harus memilih berdasarkan imbalan. Semakin tinggi imbalan, semakin pasti siapa yang akan dipilih. Segala bentuk tindakan kecurangan ini terjadi karena asas Pemilu luber dan jurdil ini belum benar benar diimplementasikan dengan baik. Jika semua pemangku kepentingan menghormati asas-asas ini dan mengaplikasikannya, maka Pemilu berintegritas dan demokratis dapat diwujudkan sehingga dari Pemilu akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang lebih berkualitas. Mendapatkan Pengakuan Dunia Internasional Alasan selanjutnya mengapa luber dan jurdil harus diterapkan, Pemilu yang dilaksanakan secara luber dan jurdil akan mempengaruhi pengakuan dunia internasional terhadap Bangsa Indonesia. Pemilu adalah salah satu lambang kewibawaan suatu bangsa. Jika Pemilu dilakukan dengan cara-cara terhormat, maka hasilnya juga akan diakui secara terhormat dimanapun dan oleh siapapun termasuk oleh dunia internasional. Baca juga: Pemahaman Tentang Makna Asas Pemilu : Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil

Pemilu tidak Luber dan Jurdil? Yuk, simak apa yang terjadi di negara berikut!

Hai, Teman Pemilih! Teman Pemilih tahu tidak apa itu Luber dan Jurdil? Ternyata Luber dan Jurdil ini merupakan sebuah singkatan dari Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Luber dan Jurdil ini adalah suatu asas yang dianut oleh negara kita Indonesia dalam melaksanakan kegiatan Pemilu.  Luber dan Jurdil ini juga memiliki makna masing-masing, lho. Teman Pemilih yang ingin lebih lanjut mengetahui apa sih makna dari Luber dan Jurdil ini, Teman Pemilih bisa baca artikel kami Pemahaman Tentang Makna Asas Pemilu : Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil. Teman Pemilih tahu tidak, beberapa negara ada yang tidak menerapkan asas Luber dan Jurdil. Teman Pemilih tahu apa yang terjadi setelahnya? Yuk, tanpa berlama-lama lagi mari kita bahas! Belajar dari Krisis Pemilu di Beberapa Negara Teman Pemilih, ternyata Pemilu yang tidak dilaksanakan secara luber dan jurdil, menyisakan banyak persoalan baik dalam proses Pemilu maupun dinamika pemerintahan setelah pelaksanaan kegiatan Pemilu. Beberapa negara menunjukkan sebuah contoh ketika kegiatan Pemilu tidak dilaksanakan secara luber dan jurdil. Yuk, simak apa saja contoh negara yang tidak dilaksanakan secara luber dan jurdil dan apa saja pelajaran yang kita peroleh dari peristiwa tersebut! Pelajaran dari Pemilu Venezuela: Pentingnya Pemilu Bersih Teman pemilih, contoh pertama dari negara yang akan kita bahas kali ini adalah negara Venezuela. Gejolak yang ditimbulkan akibat Pemilu di negara ini yang dilaksanakan pada tahun 2018, hingga kini belum memiliki kepastian. Venezuela kini sedang dilanda konflik yang berkepanjangan. Saat itu, Nicolas Maduro adalah kandidat terpilih atas hasil pelaksanaan pemilu. Calon presiden yang dikalahkan oleh Nicolas Maduro, yakni Henri Falcon dan Javier Bertucci kompak bersepakat menolak hasil pelaksanaan pemilu. Keduanya menganggap proses Pemilu berlaku curang dalam hal jual beli suara dan pelanggaran lainnya. Venezuela makin parah ketika Ketua Majelis Nasional (DPR), Juan Guaido memanfaatkan konflik tersebut dengan mendeklarasikan diri sebagai Presiden interim Venezuela. Juan Guaido membangun kekuatan dengan beberapa kalangan elit dan bergabung dengan kelompok-kelompok yang menentang kepemimpinan Maduro. Krisis Pemilu Afghanistan: Dua Pemimpin, Satu Negara Contoh negara kedua yang akan kita bahas adalah Afganistan. Afganistan adalah negara yang memiliki kepemimpinan kembar di bawah Ashraf Ghani dan Abdullah Abdullah. Kenyataan ini harus dihadapi akibat dari pelaksanaan Pemilu yang dilakukan pada tahun 2014 di negara itu tidak berjalan dengan baik. Masing-masing calon mengklaim kemenangan. Pada pemungutan suara putaran pertama, Abdullah unggul, namun ketika dilakukan putaran kedua, Ghani justru berbalik unggul. Pihak Abdullah tidak menerima hasil pemilu ini karena adanya dugaan kecurangan sesaat setelah pengumuman hasil penghitungan suara diundur dua bulan dari jadwal yang sudah disepakati. Setelah dilanda konflik yang berkepanjangan selama delapan bulan, pada akhirnya kedua tokoh ini berkompromi untuk berbagi kekuasaan eksekutif. Pihak yang satu berperan sebagai presiden, kemudian yang satu berperan sebagai kepala eksekutif pemerintahan. Kesepakatan inipun terjadi karena intervensi Amerika Serikat. Kepemimpinan kembar seperti ini mengakibatkan sangat sulit berjalannya pemerintahan secara efektif. Pemilu Zimbabwe 2018: Selisih Suara Tipis Pemicu Kekacauan Contoh negara berikutnya adalah Zimbabwe. Peristiwa serupa juga terjadi di Zimbabwe. Nelson Chamisa, Calon oposisi Gerakan Perubahan Demokratis (MDC) yang kalah Pemilu pada saat itu, menolak diadakannya pelantikanan Emmerson Mnangagwa pada Agustus 2018 karena pihaknya menemukan bukti bahwa pihak kepolisian tidak netral dan ikut terlibat melakukan kecurangan. Pimpinan institusi yang seharusnya netral, terbukti mewajibkan semua polisi harus mencoblos surat suara di bawah tekanan dan pengawasan satuan masing-masing. Kondisi menjadi panas dan tidak menentu karena juga perolehan suara kedua Calon selisihnya terpaut sangat tipis. Mnangagwa meraih 50,8 persen suara sedangkan lawannya Chamisa meraih 44 persen suara. Pihak Chamisa makin bersemangat dengan cara mendesak Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan kemenangan Mnangagwa karena dugaan kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu. Komisi Pemilihan Zimbabwe sempat merevisi hasil pemilihan presiden sebanyak dua kali. Tapi Mahkamah Konstitusi Zimbabwe pada Agustus 2018 mengeluarkan putusan untuk memperkuat kemenangan tipis Mnangagwa. Putusan itu menyebabkan suasana di negara itu dalam keadaan kacau. Kekacauan Pemilu Yugoslavia: Perpecahan Negara Karena Pemilu Contoh terakhir negara yang akan kita bahas kali ini adalah Yugoslavia. Teman Pemilih tahu tidak bahwa kekacauan Pemilu tahun 1990 di Yugoslavia menjadi salah satu sebab negara itu terpecah. Konflik ini terjadi berawal ketika partai komunis kalah dan partai-partai berhaluan nasionalis menguasai perolahan kursi. Padahal, sebelum pecah menjadi negara-negara kecil seperti Republik Serbia, Republik Montenegro, Republik Kroasia, Republik Slovenia, Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina, Teman pemilih tahu tidak bahwa negara pelopor Gerakan Non-Blok (GNB) ini dikenal sebagai sebuah negara komunis yang maju dan makmur rakyatnya. Pemilu seharusnya menjadi ajang demokrasi yang memperkuat persatuan bangsa. Namun, sejarah mencatat hal sebaliknya. Ketika partai komunis kalah dan partai-partai nasionalis merebut kekuasaan, ketegangan politik justru memuncak. Persaingan politik yang tidak dikelola dengan baik memicu perpecahan antar wilayah, hingga akhirnya negara yang dulu makmur itu pecah menjadi beberapa republik kecil. Teman pemilih, negara-negara yang telah kita bahas diatas mulai dari Venezuela hingga Yugoslavia, gagal melaksanakan Pemilu sehingga melahirkan bencana. Padahal, tujuan penyelenggaraan Pemilu menurut Asshiddiqie (2006) adalah untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai, untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan, untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat dan untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara. Teman Pemilih, dari peristiwa yang dialami oleh beberapa negara diatas, sebuah pengingat penting bagi kita semua untuk menjaga kejujuran dan keadilan pemilu berarti menjaga keutuhan bangsa. Nah, Teman pemilih! Kita sudah bahas apa yang terjadi pada beberapa negara ketika negara tersebut tidak menerapkan Luber dan Jurdil. Simak lebih lanjut artikel kami 4 Hal yang Membuat Asas Pemilu Harus Diterapkan, Simak Apa Saja Itu!

Pemahaman Tentang Makna Asas Pemilu: Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil

Teman Pemilih, sebelumnya kita sudah bahas tentang asas pemilu di Indonesia dari masa ke masa. Kita tahu  bahwa pada saat pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat tahun 1955, Undang-Undang Nomor 7 tahun 1953 disebutkan bahwa ada satu asas yang mungkin teman pemilih untuk pertama kali mendengar asas ini, yaitu asas berkesamaan. Bagi Teman Pemilih yang belum membacanya, bisa baca artikel kami Mengenal Asas Pemilu di Indonesia dari Masa ke Masa. Kita tahu bersama bahwa asas pemilu yang kita terapkan saat ini adalah LUBER dan JURDIL. Asas Luber adalah singkatan dari asas langsung, bebas dan rahasia. Sedangkan Asas Jurdil adalah singkatan dari asas jujur dan adil. Teman Pemilih perlu mengetahui bahwa Asas LUBER dan JURDIL ini sebelumnya telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 2 (dua). Tanpa basa-basi lagi, Yuk kita bahas satu per satu apa saja asas pemilu yang dimaksud beserta dengan maknanya masing-masing! Makna Asas Pemilu Langsung Teman Pemilih, asas Pemilu pertama yang akan kita bahas kali ini adalah Asas Pemilu langsung. Asas pemilu langsung dipahami dari dua makna yakni pertama, tindakan secara teknis, yang mana dimaksudkan agar masyarakat sendiri yang menyatakan suaranya secara langsung, dalam arti tidak boleh diwakilkan. Hal ini untuk mencegah agar jangan sampai terjadi kecurangan yang dilakukan pihak yang mewakili. Kedua, asas Pemilu langsung memiliki arti yang sifatnya substantif, artinya bahwa pemilihan dilakukan secara langsung sebagai bentuk implementasi ketentuan konstitusi bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Rakyat memiliki kedaulatannya sendiri termasuk dalam menentukan siapa pemimpinnya. Itulah sebabnya dalam UU Pemilu yang di gunakan selama ini menyebutkan bahwa Pemilu adalah sebagai sarana kedaulatan rakyat. Asas Pemilu langsung juga memiliki makna untuk mendorong partisipasi masyarakat secara langsung. Sehingga, Pemilu menjadi salah satu implementasi demokrasi yang sering dimaknai sebagai dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Makna Asas Pemilu Umum Sama halnya seperti asas langsung yang memiliki lebih dari satu makna, asas Pemilu umum juga mengandung tiga makna berbeda. Pertama, Pemilu itu harus diikuti oleh semua warga negara yang telah diberikan kesempatan oleh UU sebagai pengguna hak pilih. Semua warga negara yang telah memenuhi syarat harus didaftarkan dan semua masyarakat yang telah didaftarkan harus diberikan kemudahan akses untuk memberikan suaranya dan suara yang diberikan tidak boleh hilang atau berpindah pilihan. Kedua, makna asas Pemilu umum memiliki arti bahwa Pemilu dilaksanakan secara bersama sama di seluruh wilayah Indonesia. Pemilu dilaksanakan pada hari dan tanggal yang sama, jam yang sama, dan di lokasi-lokasi pemungutan suara yang sama yakni di tempat pemungutan suara (TPS). Ketiga, makna asas Pemilu umum memiliki arti juga bahwa Pemilu diselenggarankan oleh organisasi penyelenggara yang sama, pemilih yang sama serta diikuti oleh peserta Pemilu yang sama. Makna Asas Pemilu Bebas Teman Pemilih, asas Pemilu bebas mengandung makna bahwa pemilih dalam menentukan sikap politik dilakukan tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Kebebasan menyatakan sikap atau keyakinan politik adalah hak asasi manusia. Menurut ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menyatakan bahwa setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya. Pemilih tidak boleh diintervensi, diintimidasi ataupun dimobilisasi untuk mendukung calon tertentu. Asas Pemilu bebas ini memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk memilih calon pemimpin sesuai dengan keyakinannya. Bebas juga memutuskan untuk tidak lagi memilih pemimpin yang tidak amanah berkuasa kembali. Menurut Gaffar (2006), salah satu syarat mutlak pelaksanaan demokrasi secara empirik di suatu negara adalah Pemilu. Pemilu dilaksanakan secara teratur. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih dan bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Artinya, Teman Pemilih bebas untuk menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya, tanpa ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Teman Pemilih juga bebas mengikuti segala macam aktivitas pemilihan, termasuk di dalamnya kegiatan kampanye dan menyaksikan penghitungan suara. Makna Asas Pemilu Rahasia Asas Pemilu rahasia bermakna bahwa pilihan seseorang tidak boleh diketahui oleh orang lain. Sehingga tidak boleh satupun pemilih memberitahukan pilihannya kepada orang lain, termasuk orang terdekat Teman Pemilih. Asas pemilu rahasia ini juga bermakna bahwa kelompok atau seseorang tidak diperbolehkan memaksakan pilihannya itu kepada kelompok atau orang lain. Teman pemilih tahu tidak bahwa asas rahasia menjadi salah satu permasalahan dalam proses Pemilu saat ini, karena belakangan ini makin menguatnya aliran politik, politik uang serta mobilisasi aparat menyebabkan asas kerahasiaan tidak lagi bermakna. Makna Asas Pemilu Jujur Asas Pemilu jujur dimaksudkan agar tidak terjadi kecurangan oleh siapapun dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan Pemilu. Mulai dari proses rekrutmen calon, pernyataan janji-janji kampanye, mempengaruhi masyarakat tidak dengan imbalan atau paksaan, tidak menambahkan atau mengurangi suara dalam proses penghitungan suara. Menurut Santoso (2004), Pemilu adalah kompetisi merebut kemenangan, namun kompetisi yang dimaksud adalah tindakan mempengaruhi pemilih dengan cara-cara yang lebih beradab. Tidak dapat dikatakan sebagai Pemilu yang berhasil, jika mereka terpilih melalui cara-cara yang penuh dengan pelanggaran dan kecurangan yang bertentangan dengan asas Luber dan Jurdil. Asas jujur tidak hanya menyasar peserta atau penyelenggara Pemilu. Asas ini juga mencakup semua stakeholder Pemilu seperti kejujuran pemilih dengan keyakinan politiknya, tidak karena imbalan atau tekanan. Selanjutnya kejujuran pemerintah dalam memfasilitasi data awal pemilih, kejujuran media dalam pemberitaan, kejujuran lembaga survei dalam mempublikasi hasil serta kejujuran para ilmuwan kampus dalam mewartakan gagasannya. Makna Asas Pemilu Adil Teman pemilih, selanjutnya kita akan bahas asas pemilu ke-enam, yakni asas pemilu adil. Asas Pemilu adil disini dimaksudkan agar setiap pemilih, penyelenggara dan peserta Pemilu diperlakukan secara adil. Keadilan Pemilu berkaitan langsung dengan integritas Pemilu. Pada pasal 4 (empat) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, menyebutkan bahwa Pengaturan Penyelenggaraan Pemilu bertujuan untuk memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis, mewujudkan Pemilu yang adil dan berintegritas, menjamin konsistensi pengaturan sistem Pemilu, memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan Pemilu dan mewujudkan Pemilu yang efektif dan efisien. Teman pemilu perlu tahu bahwa Asas pemilu adil sendiri mengandung tiga aspek. Pertama, segala bentuk regulasi Pemilu (mulai dari Undang-Undang dan turunannya) harus memberikan rasa keadilan bagi setiap warga negara. Kedua, setiap penyelenggara Pemilu harus memberikan pelayanan yang adil tanpa membeda-bedakan perlakuan, baik terhadap peserta Pemilu maupun pemilih. Ketiga, setiap putusan lembaga peradilan Pemilu harus memutus perkara seadil-adilnya. Nah, Teman Pemilih telah selesai kita bahas tentang makna asas-asas pemilu yang kita pedomani saat ini. Dalam menyelenggarakan pemilu, penyelenggara pemilu harus melaksanakan pemilu berdasarkan pada asas LUBER dan JURDIL tersebut, dan penyelenggaranya juga harus memenuhi prinsip mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif dan efisien. Namun, apakah Teman Pemilih tahu mengapa pemilu harus Luber dan Jurdil? Yuk baca artikelnya 4 Hal yang Membuat Asas Pemilu Harus Diterapkan, Simak Apa Saja Itu!

Mengenal Asas Pemilu di Indonesia dari Masa ke Masa

Hai, Teman Pemilih! Kali ini kita akan membahas tentang asas pemilu yang pernah berlaku di negara kita, Indonesia. Namun sebelumnya, kita perlu mengetahui arti dari Pemilu dan Asas Pemilu. Apa itu Pemilu dan Asas Pemilu? Teman Pemilih perlu ketahui bahwa salah satu ciri negara yang demokratis adalah melaksanakan kegiatan kepemiluan. Pemilu merupakan singkatan dari pemilihan umum yang mana digunakan sebagai sarana kedaulatan rakyat untuk memilih wakil-wakil, mandataris rakyat untuk mengelola negara, merumuskan kebijakan publik, melindungi serta melayani rakyatnya untuk usaha mencapai cita-cita demokrasi yaitu masyarakat adil dan makmur. Asas memiliki arti pedoman atau dasar yang menjadi pokok berpikir atau bisa juga dikatakan sebagai landasan. Sehingga, Asas pemilu dapat diartikan sebagai dasar yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pemilu. Asas pemilu ini tentunya menjadi sebuah pedoman untuk memastikan seluruh tahapan kepemiluan berjalan sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat serta demokrasi. Teman pemilih, selama ini cara pandang dalam memahami demokrasi tidaklah selalu sama oleh masing-masing negara. Ada negara yang tidak melaksanakan Pemilu, namun tetap mengklaim sebagai negara demokrasi. Sebaliknya ada negara yang cenderung tidak demokratis namun tetap melaksanakan pemilihan umum. Misalnya Negara Korea Utara. Korea Utara yang dikenal dengan kekuasaan otoriter tetap melaksanakan Pemilu secara periodik (Gaffar, 2006). Di negara tersebut, Pemilu dilaksanakan sekadar untuk melegitimasi kekuatan politik yang sedang berkuasa. Teman pemilih tentunya harus mengetahui bahwa pemilu bukanlah satu-satunya instrumen dalam negara demokrasi. Namun, Pemilu tetaplah merupakan instrumen demokrasi yang paling utama karena memuat kedaulatan rakyat, legitimasi pemerintahan dan juga akuntabilitas, yang mana melalui pemilu, pejabat publik bertanggungjawab kepada pemilih. Pemilu sendiri melekat dengan kedaulatan rakyat, sedangkan demokrasi menjadikan rakyat sebagai bagian utama dan tak terpisahkan dalam proses itu. Bisa saja Pemilu itu berjalan tidak demokratis, namun negara demokrasi tanpa Pemilu adalah hal yang tidak lazim. Pemilu berintegritas Nah, Teman pemilih sudah tahukan arti dari pemilu. Selanjutnya kita akan bahas tentang pemilu berintegritas. Pemilu berintegritas dapat diartikan sebagai Pemilu yang didasarkan pada prinsip-prinsip demokratis tentang hak pilih universal, kesetaraan, profesional, imparsial dan transparan pada seluruh siklus Pemilu. Pemilu berintegritas menekankan aspek tanggung jawab penyelenggara dengan kewenangan yang dimilikinya sesuai Undang-Undang dapat menghadirkan Pemilu yang dimaksud. Penyelenggara Pemilu dapat membuat keputusan-keputusan (PKPU, Peraturan atau Surat Edaran) yang dapat menentukan kualitas Pemilu. Kualitas ini bisa pada tingkat kebijakan atau keputusan, administratif, penentuan kebijakan anggaran Pemilu dan personal misalnya terkait rekrutmen penyelenggara badan adhoc pada penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah (PPK, PPS, dan KPPS). Ingin tahu lebih dalam tentang rekrutmen badan adhoc? Teman Pemilih bisa baca artikel kami di link Memaksimalkan Aplikasi SIAKBA: Tips Lolos Seleksi Badan Ad-Hoc. Seberapa Penting Peran Rakyat dalam Pemilu? Teman Pemilih perlu ketahui bahwa Pemilu tidak hanya sekadar dilaksanakan secara periodik, namun Pemilu mengandung makna penting bahwa kedaulatan itu berada di tangan rakyat. Rakyat menjadi instrumen terpenting dalam proses Pemilu itu, sebab yang menerima dampak secara langsung dari Pemilu itu adalah rakyat itu sendiri. Rakyat tidak sekadar memiliki hak untuk memilih siapa saja yang dikehendakinya namun dituntut pula sebuah kewajiban politik agar memilih calon yang nilai cakap, berkualitas, berpengalaman sebagai representasi politiknya. Pemilu akan menentukan apakah sebuah negara berhasil mewujudkan cita cita demokrasi yakni kesejahteraan dan kemakmuran rakyat atau sebaliknya. Hasil atau dampak Pemilu akan sangat tergantung pada apakah tata kelola Pemilu itu berproses dengan baik atau tidak. Apakah negara yang melaksanakan Pemilu dapat disebut sebagai negara demokratis? Pengalaman di sejumlah negara menunjukkan bahwa ternyata Pemilu itu tidak memberikan perubahan apapun. Menurut Gaffar (2012), Pemilu hanyalah sekadar melegitimasi kekuasaan lama atau sekadar melahirkan perubahan struktur kekuasaan. Pemilu yang demikian adalah Pemilu yang kehilangan roh demokrasi. Akibat dari itu negaranya tetap terlilit kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan karena calon terpilih dalam pemilu ternyata tidak cakap menjalankan fungsi-fungsi legislatif dan eksekutif. Ada negara mengalami konflik berkepanjangan bahkan yang terparah ketika pasca Pemilu negara itu terpecah. Dengan demikian tidak selamanya negara yang melaksanakan Pemilu dapat disebut juga sebagai negara demokratis. Pemilu curang, penuh rekayasa, intimidasi dan manipulasi tidak bisa disetarakan dengan nilai dan prinsip demokrasi. Pemilu dan demokrasi dapat disetarakan apabila kebebasan politik rakyat dipastikan terjamin serta kewajiban semua unsur untuk melaksanakannya secara berintegritas. Teman Pemilih, Itulah sebabnya mengapa Pemilu di Indonesia menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber dan jurdil). Yuk, kenali apa saja asas pemilu yang pernah berlaku di Indonesia! Penggunaan istilah 'Luber dan Jurdil' sebagai asas Pemilu bukan hal yang baru berlaku pada Pemilu saat ini. Dalam Pemilu tahun 1971, seperti yang dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, asas ini sudah dijadikan hal fundamental. Namun jauh sebelumnya, di saat pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat tahun 1955, Undang-Undang Nomor 7 tahun 1953 menyebutkan enam asas Pemilu yakni jujur, berkesamaan, langsung, umum, bebas dan rahasia. Apa itu Asas Berkesamaan dalam Pemilu? Teman pemilih mungkin tidak asing dengan asas pemilu yang jujur, langsung, umum, bebas dan rahasia. Namun, saat pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat tahun 1955, UU Nomor 7 tahun 1953 disebutkan satu asas yang mungkin teman pemilih untuk pertama kali mendengar asas ini, yaitu asas berkesamaan. Asas berkesamaan sesuai penjelasan dalam UU ini dimaksudkan agar hak suara yang dimiliki oleh peserta Pemilu memiliki kesamaan dalam jumlahnya yakni hanya satu suara saja. Untuk mendukung asas ini maka setiap warga negara yang telah memilih diberi tanda khusus pada bagian tubuhnya sehingga ia tidak bisa melakukan pemilihan secara berulang ulang. Tanda yang digunakan di Indonesia biasanya adalah jari tersebut dimasukkan ke dalam tinta biru/hitam. Asas Pemilu yang digunakan setelah berakhirnya Orde Baru Teman pemilih, pasca tumbangnya rezim pemerintahan Orde Baru, MPR sebagai lembaga tertinggi negara pada saat itu mengeluarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XIV/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1998 tentang Pemilihan Umum. Ketetapan inilah yang kemudian menjadi salah satu dasar dikeluarkannya UU nomor 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Asas Pemilu sebagaimana Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa Pemilu diselenggarakan secara demokratis dan transparan, jujur dan adil dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Lalu, Asas apa yang diterapkan saat Pemilu yang tahun 2004? Pemilu yang dilaksanakan tahun 2004 menggunakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 2 dalam Undang-Undang itu menyebutkan bahwa Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Keenam asas ini berlaku hingga Pemilu saat ini. Teman pemilih, selanjutnya ada tiga hal utama yang akan dielaborasi dalam Pemilu yang luber dan jurdil di Indonesia, yakni pemahaman tentang makna asas pemilu, mengapa harus menerapkan asas tersebut dan bagaimana mewujudkan asas tersebut dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia. Terkait tiga hal utama yang akan dielaborasi dalam pemilu, Teman pemilih bisa baca di link berikut ini: - Pemahaman Tentang Makna Asas Pemilu: Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil - 4 Hal yang Membuat Asas Pemilu Harus Diterapkan, Simak Apa Saja Itu! - Luber dan Jurdil Bukan Sekadar Asas: Inilah Cara Mewujudkannya

Kisah Dibalik Kongres Sumpah Pemuda : Ketika Para Pemuda Berkumpul Untuk Masa Depan Bangsa Indonesia

Setelah berabad-abad bangsa Indonesia terjajah, rakyat Indonesia mulai sadar atas perlawanan yang harus dilakukan terhadap para penjajah dengan cara yang lebih terorganisir. Kesadaran ini memprakarsai gerakan yang dimulai dari lahirnya organisasi Budi Utomo (1908), organisasi modern pertama yang memulai perjuangan yang berlandaskan pendidikan dan persatuan. Akan tetapi, semangat perjuangan pada saat itu belum mengarah pada satu tujuan nasional yang utuh, melainkan masih bersifat kedaerahan. Para Pemuda bangsa Indonesia mulai sadar, perpecahan tidak akan memberikan solusi tetapi hanya menguntungkan bagi para penjajah saja. Dari kesadaran itu mulai lahirnya organisasi-organisasi seperti PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia), Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, dan Jong Celebes. Organisasi-organisasi inilah yang dikemudian hari akan menjadi penggagas Kongres Pemuda. Kongres Pemuda bukan hanya ajang pertemuan biasa, melainkan titik balik kesadaran nasional ketika para pemuda dari berbagai daerah mengesampingkan perbedaan suku, agama, dan bahasa demi satu tujuan Indonesia merdeka dan bersatu. Dalam pertemuan ini lahirlah sebuah ikrar suci yang menyatukan seluruh anak bangsa. Kongres Pemuda I : Langkah Awal Menuju Persatuan Para pemuda dari berbagai daerah di Indonesia telah melaksanakan Kongres Pemuda I pada tanggal 30 April – 2 Mei 1926 yang berlokasi di Jakarta. Pertemuan ini mendiskusikan tentang pentingnya kerjasama antar organisasi pemuda untuk memperkuat rasa kebangsaan. Pada pertemuan ini belum dapat menghasilkan keputusan besar, tetapi pada Kongres Pemuda I ini telah berhasil membuka jalan untuk terbentuknya ikatan batin diantara pemuda dari berbagai daerah di Indonesia. Dari sinilah muncul pemikiran untuk mengadakan kongres kedua dengan tujuan yang lebih jelas yaitu menyatukan semangat para pemuda dalam satu tujuan kebangsaan. Kongres Pemuda II : Awal Lahirnya Sumpah Pemuda Pada dua tahun kemudian, lebih tepatnya pada tanggal 27-28 Oktober 1928, para pemuda berkumpul di Batavia (sekarang Jakarta) untuk mengadakan Kongres Pemuda II. Pertemuan ini diselenggarakan oleh PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia) yang dipimpin oleh Soegondo Djojopoespito. Pertemuan ini dilangsungkan pada tiga tempat yang berbeda : Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (Lapangan Banteng) – Pada lokasi ini diberlangsungkan pembukaan kongres dan pidato awal. Gedung Oost Java Bioscoop (Jl. Medan Merdeka Timur) – Pada lokasi ini diberlangsungkan sesi diskusi organisasi dan kebudayaan. Gedung Indonesische Clubhuis Kramat No. 106 – Pada lokasi ini diberlangsungkan penutupan kongres sekaligus pembacaan teks Sumpah Pemuda. Pada momen inilah semangat persatuan para pemuda benar-benar mencapai puncaknya. Para pemuda dari berbagai macam latar belakang hadir dengan satu cita-cita yang sama : menyatukan bangsa Indonesia Tokoh-tokoh Dibalik Lahirnya Sumpah Pemuda Soegondo Djojopoespito – Memiliki peran sebagai ketua sekaligus perwalikan dari organisasi PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia) yang telah berhasil memimpin jalannya rapat secara bijaksana. R.M. Djoko Marsaid – Memiliki peran sebagai wakil ketua sekaligus perwakilan dari organisasi Jong Java yang mampu menyatukan perbedaan pandangan dan pendapat antar organisasi pemuda yang hadir pada Kongres Pemuda II. Suhatno – Memiliki peran sebagai sekretaris yang harus memastikan seluruh proses kongres dan pendokumentasian berjalan dengan baik   W.R. Supratman – Pencipta lagu Indonesia Raya yang pertama kali diperdengarkan dengan biola pada penutupan kongres dan kelak akan menjadi lagu kebangsaan Indonesia. Mohammad Yamin – Perwakilan dari organisasi Jong Sumatranen Bond yang menggagas ide “satu nusa, satu bangsa, satu bahasa” dan juga sebagai tokoh yang berperan dalam perumusan naskah Sumpah Pemuda. Amir Sjarifuddin Harahap, Johanes Leimena, Kartini Kartaradjasa, Amir Husin – Para tokoh dari berbagai organisasi pemuda yang ikut menyatukan suara dan pandangan pada kongres. Kehadiran mereka sebagai bukti bahwa semangat nasionalisme tidak tercipta hanya dari satu daerah saja, tetapi dari seluruh daerah di nusantara. Perdebatan dan Semangat Pada Ruang Kongres Keadaan kongres pada saat itu sangat hidup. Banyak perdebatan yang muncul dari para peserta kongres, terutama tentang penggunaan bahasa Indonesia untuk dijadikan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Beberapa peserta pada awalnya menilai bahwa bahasa Melayu tidak bisa mewakili semua daerah, tetapi setelah berdiskusi panjang, akhirnya terjadi kesepakatan bahwa bahasa Melayu, yang kini dikenal dengan bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling netral dan dapat diterima oleh semua pihak. Pada situasi inilah terlihat kedewasaan para pemuda pada kala itu. Mereka rela mengesampingkan ego kedaerahan demi satu tujuan bersama. Disamping itu, Mohammad Yamin juga mengemukakan pidatonya yang menggerakan kesadaran para pemuda betapa pentingnya persatuan : “Kalau pemuda sudah berani bersatu, maka tidak ada kekuatan yang bisa menghentikan langkah bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.” Pidato yang dikemukakan oleh Mohammad Yamin itu menjadi pendorong semangat bagi para pemuda pada kongres itu. Pembacaan Sumpah Pemuda dan Berkumandangnya Lagu Indonesia Raya Pada malam tanggal 28 Oktober 1928, berlokasi di Gedung Kramat Raya 106, Soegondo Djojopoespito dan Mohammad Yamin, dihadapan seluruh peserta membacakan teks Sumpah Pemuda dengan penuh khidmat. Isi ikrar yang dibacakan sangat singkat tetapi penuh makna yang mendalam : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Selepas ikrar selesai dibacakan, suasana kongres menjadi sunyi. Seluruh peserta tersadar bahwa mereka telah menciptakan sejarah besar bagi bangsa Indonesia. Tidak lama setelah itu, W.R. Supratman mengumandangkan lagi Indonesia Raya dengan biolanya. Suara lembut lagu tersebut berkumandang diruangan dan meneteskan air mata dengan penuh keharuan pada seluruh peserta kongres. Peristiwa ini menjadi simbol kebangkitan nasional yang sesungguhnya. Warisan Semangat Pemuda Untuk Generasi Saat Ini Kongres Sumpah Pemuda bukan hanya bagian dari masa lalu, namun juga sebagai cerminan bagi generasi saat ini. Ditengah perkembangan zaman, semangat persatuan dan cinta tanah air harus tetap terjaga. Generasi muda pada saat ini dapat mencontoh para tokoh sumpah pemuda dengan cara : Menjadi penggagas dalam menjaga kerukunan dan toleransi. Menggunakan media sosial untuk kegiatan yang bermanfaat dan positif dalam menyebarkan semangat kebangsaan. Berperan aktif dalam membangun bangsa melalui pendidikan, inovasi, dan kreatifitas.  Karena sesungguhnya, semangat sumpah pemuda tidak akan pernah padam hanya saja menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Kisah dibalik Kongres Sumpah Pemuda adalah kisah tentang keberanian, kebersamaan, dan pengorbanan. Para pemuda pada tahun 1928 telah membuktikan bahwa masa depan bangsa Indonesia ditentukan oleh semangat generasi bangsa Indonesia itu sendiri. Mereka mungkin tidak membopong senjata, namun gagasan dan tekad mereka menjadi senjata paling ampuh untuk melawan para penjajah. Sekarang, tugas kita sebagai generasi penerus adalah menjaga semangat para pemuda masa lalu agar tetap ada dihati setiap anak bangsa. Baca juga: Tema dan Logo Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2025: Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu